JAKARTA – Pembahasan kontrak Blok Corridor di Sumatera Selatan kembali berlanjut, bahkan kali ini dilakukan di markas Conoco Phillips di Houston, Amerika Serikat.

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan Menteri ESDM Ignasius Jonan langsung memimpin pertemuan dengan para petinggi Conoco Phillips termasuk dengan CEO Conoco Ryan Lance didampingi Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Sukandar.

“Pertemuan difokuskan untuk membahas kelanjutan operasi Conoco Philips di Blok Corridor, ” kata Agung dalam keterangan tertulis yang diterima Dunia Energi, Kamis (23/5).

Manajemen Conoco Phillips dalam pertemuan tersebut menyatakan komitmen untuk melanjutkan kontrak setelah kontrak yang saat ini habis pad 2023 mendatang. Manajemen juga menuturkan siap melanjutkan kontrak dengan para mitranya saat ini. Ada dua mitra yang saat ini juga memiliki hak partisipasi di Corridor yakni Repsol dan PT Pertamina (Persero).

“Dalam pertemuan tersebut, pihak Conoco Phillips selaku operator eksisting berkomitmen untuk terus mengoperasikan Blok Corridor bersama pemegang participating interest saat ini,” ujar Agung.

Pemerintah lanjut Agung mengedepankan pendekatan business to business dalam kerangka penerimaan negara yang lebih maksimal untuk memastikan kelanjutan operasi blok tersebut.

“Saat ini Blok Corridor menyumbang sekitar 17% dari total produksi gas di Indonesia,” kata Agung.

Blok Corridor merupakan salah satu kontributor gas terbesar di Indonesia. Hingga kuartal I 2019 realisasi lifting gas dari Corridor adalah 146 ribu BOEPD berada di posisi kedua setelah Tangguh.

Jaffee Suardin, Deputi Perencanaan SKK Migas, sebelumnya mengatakan semula pemerintah ingin mempercepat keputusan pengelola sejak tahun lalu, namun ternyata kajian yang dilakukan butuh waktu lebih lama. “Ini juga blok besar, kami juga butuh waktu mengevaluasi,” kata Jaffee.

Penetapan keputusan pengelola Blok Corridor untuk saat ini memang tidak terlalu mendesak karena jika dilihat dari waktunya operator yang akan ditetapkan nanti masih memiliki cukup waktu untuk melakukan transisi penglolaan agar produksi blok tersebut tidak mengalami penurunan secara drastis.

“Sebenarnya Corridor kan 2023. Kami masih punya waktu sebenarnya. Kalau dari segi waktu cukup. Supaya produksi tidak turun dan produksi bisa dijaga. Sebenarnya masih ada waktu, kan mereka berinvestasi sampai nanti berakhir pada 2023,” kata Jeffee.(RI)