JAKARTA – Biaya pengembangan proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) tahap II di Gendalo-Gehem diklaim berhasil ditekan. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengklaim beberapa upaya dari sisi model pengembangan berhasil menurunkam biaya produksi.

Fatar Yani Abdurrahman, Wakil Kepala SKK Migas, mengatakan perubahan lokasi serta desain platform signifikan menekan biaya pengembangan proyek IDD  menjadi US$6 miliar. “Investasi US$6 miliar, sudah turun. Kami ganti desainnya. Kalau dulu ada dua (desain), sekarang ditaruh di flow water, jadi sumurnya kami tarik ke shallow water platform,” kata Fatar Yani disela IPA Convex 2019 Jakarta, Kamis (5/9).

Perubahan desain tersebut diperkirakan akan berakibat terhadap produksi yang menurun dari proyeksi sebelumnya. Hal itu tidak menjadi masalah karena yang terpenting biaya bisa dipangkas, sehingga seharusnya kontraktor bisa segera mengembangkan proyek terakhir yang dikerjakan PT Chevron Pacific Indonesia itu.

“Total 700 juta kaki kubik per hari (mmscfd). Kami lihat dengan capital yang diinvestasi dan asumsi production rate, ya diangka 700-an mmscfd, dua-duanya (platform),” ungkap Fatar Yani.

Proyek IDD akan menggunakan skema gross split untuk perpanjangan kontrak dari blok-blok terminasi di dalam proyek tersebut. Proyek IDD merupakan proyek prestisius karena menjadi tumpuan masa depan industri migas nasional. Proyek IDD juga dikategorikan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN). Proyek IDD tahap pertama, Lapangan Bangka telah berproduksi sejak Agustus 2016 dan menghasilkan delapan kargo gas alam cair (LNG) yang dikapalkan dari Terminal LNG Bontang, Kalimantan Timur.

Chevron sebelumnya menargetkan gas bisa menyembur dari proyek IDD tahap kedua dengan pengembangan Lapangan Gendalo dan Gehem pada periode 2023-2024. Proyek tersebut memiliki rencana kapasitas terpasang sebesar 1,1 miliar kaki kubik gas alam dan 47 ribu barel kondensat per hari.
Kepemilikan saham Chevron pada proyek IDD sebesar 63%. Sisanya, dikuasai mitra usaha seperti Eni, Tip Top, Pertamina Hulu Energi, dan Mitra Muara Bakau.

Fatar Yani berjanji akan menekan kontraktor untuk segera merampungkan proyek IDD karena jika tidak segera dikembangkan maka kontraktor juga yang akan terkena dampaknya. “Kalau dulu kami kasih deadline Mei dengan punya usulan kalau dia setuju, kita jalankan PoD-nya. Kalau tidak setuju dia suruh diskusi lagi. Kalau dia tidak kerjakan terus lama-lama berakhir juga kan. Nanti kami akan push,” kata Fatar Yani.(RI)