PRABUMNULIH – Gangguan pasokan batu bara yang berdampak pada operasional pembangkit listrik ternyata benar adanya. Bahkan PT PLN (Persero) sampai harus meningkatkan pasokan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) untuk menggantikan pasokan listrik PLTU yang berhenti akibat ketiadaan stok batu bara.

Arif Rahman Hakim, Manager Production Engineering PHR Zona 4, menceritakan permintaan tambahan gas terjadi ketika konsumsi listrik naik, terutama saat banyak aktivitas masyarakat. Misalnya Natal dan tahun baru. Kemudian di sisi lain juga terjadi keterbatasan pasokan listrik dari PLTU.

“Gas kita banyak ke PLN. Ada beberapa pembangkit di arah Palembang hampir banyak kita support terutama ketika ada kendala batu bara, teman-teman pembangkit minta tambahan. Tentu kita support penuh karena akan berdampak langsung ke masyarakat,” kata Arif di Pusat Pengumpul Produksi (PPP) Prabumulih Field, Sabtu (1/1).

Ahmad Miftaf, General Manager Zona 4 Regional 1 Subholding Upstream Pertamina, mengatakan permintaan tambahan gas dari pembangkit PLN di wilayah Sumsel memang hal biasa, terutama saat peak season. Dalam kontrak di awal perjanjian jual beli gas kedua pihak, ada fleksibilitas permintaan.

“Memang dalam jual beli gas di mana pun, di Jawa juga, tergantung saat di depan (kontrak) kita antisipasi peak season. Win-win sih. Ada lima pembangkit di Sumsel,” kata Miftah.

Selain memasok gas ke PLN, produksi migas di PHR Zona 4 tersebar ke banyak pelanggan seperti mayoritas ke Kilang Pertamina RU III Plaju, PT Pupuk Sriwijaya (Pusri) 30%, PGN Jawa (SSWJ) 30%, PT Asrigita Prasarana, Medco, PT Multidaya Prima, PT Puradaya Prima, PT Energi Prima Elektrika, PGN Distrik Palembang, Jargas Prabumulih, PT SP2J (Sematang Borang), Jargas Ogan Ilir, SPBG dan Transportasi Prabumulih.

Gas dari zona 4 ini juga mengalir hingga ke Jargas Kabupaten Bogor, Jargas Karawang, Jargas Rusun Jabodetabek, Jargas PALI, Jargas Musi Rawas, Jargas Muara Enim, Jargas OKU, Fuel Sungai Gerong, PT Titis Sampurna, PT Perta Samtan Gas, dan PT Surya Esa Perkasa.

“Jadi, kita juga banyak untuk jargas atau city gas. Sisanya kita pakai di pembangkit kita sendiri, ada yang diubah kondesat, dan fuel gas,” ujar Miftah.

Pemerintah sendiri telah melarang ekspor batu bara selama sebulan, mulai 1-31 Januari 2022. Kementerian ESDM menegaskan aturan ini diambil untuk mengamankan pasokan batu bara yang menipis untuk pembangkit listrik di dalam negeri. (RI)