JAKARTA – PT Pertamina (Persero) dan Indonesia Investment Authority (INA) menjajaki potensi kemitraan strategis investasi pada sektor energi, salah satunya  energi terbarukan. Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor energi sedang menjalankan 14 Proyek Strategis Nasional dan 300 proyek investasi lainnya di sektor hulu, hilir dan energi bersih terbarukan dengan total anggaran sekitar US$92 miliar.

Pendanaan dari proyek-proyek tersebut berasal dari internal maupun eksternal. Selain itu, terdapat beberapa rencana proyek strategis Pertamina dalam rangka unlock value untuk mengoptimalisasi nilai Pertamina Group.

Fajriyah Usman, Pjs Senior Vice President Corporate Communications & Investor Relations Pertamina, mengungkapkan dari banyaknya kebutuhan dana tersebut tidak tertutup kemungkinan INA ikut berkotribusi. Karenanya, dalam rangka mengeksplorasi lebih detail potensi kerjasama tersebut, Pertamina dan INA menandatangani Perjanjian Kerahasiaan (Non-disclosure agreement-NDA). Penandatanganan dilakukan oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dengan Ketua Dewan Direktur INA Ridha Wirakusumah.

“Keseluruhan investasi Pertamina, terbuka untuk kerja sama dengan INA. Kami menyambut baik peluang ini agar bisa terlaksana dan berdampak positif bagi semua pihak,” ujar Fajriyah, Kamis (20/5).

Menurut Fajriyah, investasi yang dilakukan Pertamina bertujuan untuk meningkatkan produksi dan cadangan migas, sehingga akan berdampak pada pengurangan impor minyak nasional dan mendukung visi pemerintah dalam mewujudkan ketahanan energi nasional yang disesuaikan dengan grand strategy energi nasional ke depan.

Ridha menyambut baik kerja sama yang akan dilakukan antara INA dan Pertamina. Melalui kerja sama tersebut, INA akan bekerja keras untuk membangun partnership yang saling menguntungkan, secara bersama sama dengan Pertamina, untuk masa depan energi nasional.

“Pertamina merupakan perusahaan besar dan sangat strategis, sehingga kami ingin sekali untuk bisa berperan serta dan berkontribusi agar proyek-proyek strategis yang sedang dijalankan Pertamina jauh lebih sukses karena dampak positifnya terhadap Negara luar biasa,” ungkap Ridha.

Emma Sri Martini, Direktur Keuangan Pertamina, sebelumnya mengatakan sejumlah proyek besar yang kini dikerjakan Pertamina memerlukan dana yang tidak sedikit terutama di bisnis hulu dan proyek kilang. Sisanya adalah proyek pembangunan infrastruktur di bisnis hilir serta kelistrikan dan EBT.

Menurut Emma, arah investasi Pertamina ke depan adalah untuk turut serta mengurangi defisit transaksi berjalan (CAD) yang dialami Indonesia akibat tingginya impor migas.

“US$92 miliar (kebutuhan investasi) sampai 2024. Upstream 63% dan disusul refinery dan petrokimia. Dua ini yang CAD mempengaruhi. Jadi kami fokus untuk membantu mengurangi CAD. Kemudian sisanya, gas, power dan lainnya,” kata Emma.

Proyek-proyak yang dikerjakan oleh Pertamina termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Untuk itu berbagai instrumen pembiayaan akan ditempuh. Menurut Emma dari total ada 14 PSN yang digarap Pertamina sebagian besar akan berasal dari eksternal perusahaan.

“Kalau capital structure. US$92 miliar itu dalam lima tahun kedepan. Internal funding hanya 38%. Jadi, selebihnya di 62% itu kita expect dari partnership dan external funding,” ungkap Emma.

Lebih dari 50% investasi Pertamina nantinya akan dialoksikan untuk kebutuhan di bisnis hulu migas. Selain untuk menglola blok-blok migas eksisitng manajemen juga serius untuk menjalankan strategin akuisisi aset-aset migas yang sudah berproduksi.

Emma mengatakan beberapa opsi untuk menghimpun pendanaan dari eksternal perusahaan seperti banking loan, privat, INA, SMI. “Kami asessetment dulu dan melihat mana financing yang cocok,” kata Emma.(RI)