JAKARTA – Program BBM satu harga merupakan program yang secara khusus digagas langsung Presiden Joko Widodo. Namun ironisnya, dalam implementasi di lapangan, program ini justru dipersulit pemerintah daerah.

M Fanshurullah Asa, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), mengatakan program BBM satu harga merupakan program pemerintah pusat, tapi malah mengalami banyak tantangan di daerah.

“Respon terkendala di pemerintah daerah, coba lihat terbuka. Padahal ini untuk kepentingan wilayah mereka sendiri,” kata Fanshurullah dalam konferensi pers realisasi program BBM satu harga di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jakarta, Senin (31/12).

Program yang dicanangkan Presiden  Joko Widodo pada akhir 2016 tersebut  ditujukan agar harga jual resmi BBM jenis Bahan Bakar Penugasan (Premium/RON 88) sebesar Rp6.450 per liter dan jenis Bahan Bakar Tertentu (Solar) Rp5.150 per liter hingga ke daerah-daerah pelosok Indonesia pada konsumen pengguna sama. Kehadiran lembaga penyalur BBM satu harga sebagai upaya pemerintah wujudkan energi berkeadilan bagi masyarakat di wilayah tertinggal, terluar dan terdepan (3T). Pemerataan BBM satu harga akan dirasakan oleh warga Indonesia yang tinggal di Bagian Timur, Tengah dan Barat.

Hal ini seperti di Papua yang wilayahnya sering menjadi sorotan lantaran harga BBM lebih tinggi dibanding harga yang berlaku di Pulau Jawa dan wilayah lainnya yang bisa mencapai Rp40 ribu-Rp100 ribu per liter. Dengan kehadiran program BBM satu  harga, masyarakat khususnya di wilayah-wilayah 3T sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Migas Nomor 0062.K/10/DJM.O/2018 dapat merasakan harga BBM penugasan dan BBM subsidi sama dengan daerah lainnya di Indonesia

Menurut Fanshurullah, salah satu wilayah yang mempersulit pembangunan lembaga penyaluran adalah di Kabupaten Pesisir Barat,  Lampung. Pembangunan sudah sempat berlangsung, namun di berhentikan ditengah jalan.

“Contoh di Pesisir Barat sudah dibangun, bisa di stop kepala dinas. Padahal kalau dari Kementerian ESDM selama sudah ada izin niaga sudah bisa bangun,” ungkapnya.

Data BPH Migas, hingga 31 Desember 2018 telah terealisasi sebanyak 131 titik lembaga penyalur dari target sebanyak 130 titik lembaga penyalur yang tersebar di 131 Kecamatan, 90 Kabupaten, dan 26 provinsi. Sebanyak 122 penyalur PT Pertamina (Persero) dan sembilan penyalur PT AKR Corporindo Tbk.

Realisasi 131 penyalur program BBM satu harga tersebar di beberapa pulau, yaitu sebanyak 29 penyalur di Pulau Sumatera, 33 penyalur di Pulau Kalimantan, 14 penyalur di Pulau Sulawesi, 11 penyalur di Pulau Maluku dan Maluku Utara, 26 penyalur di Pulau Papua dan Papua Barat , 14 penyalur di Pulau NTB dan NTT, 1 penyalur di Pulau Bali, dan 3 penyalur di Pulau Jawa dan Madura.(RI)