JAKARTA – BP Indonesia memproyeksikan peningkatan produksi gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) dari fasilitas Kilang Tangguh Train 1 dan Train 2 pada 2020.

Moektianto Soeryowibowo, Head of Country BP Indonesia, mengatakan manajemen pemeliharaan fasilitas akan menjadi kunci untuk mencapai target peningkatan produksi LNG tahun depan. Proses turn around yang terjadi pada train 1 tahun ini kemungkinan besar akan juga dilakukan pada train 2 tahun depan. Meski produksi dari train 2 akan berkurang karena adanya proses itu, produksi dari train 1 diharapkan bisa ditingkatkan karena sudah beroperasi optimal.

Selain itu, dengan perawatan fasilitas maka train 2 juga akan bisa dalam kondisi prima saat mengolah dan memproduksi LNG.

“Kalau dihitung servis sekian hari, pasti produksi akan berkurang dibandingkan full berproduksi. Target tahun depan lebih banyak dari tahun ini. Tahun ini kan 118 jumlah kargonya, harusnya tahun depan lebih banyak. Dengan adanya perbaikan kemarin (train 1), kami sudah memproduksi lebih bagus. Mungkin kami bisa di angka 120 kargo tahun ini 118 kargo. itu sudah menghitung turn around,” kata Moektianto disela IPA Convex 2019 Jakarta, Kamis (5/9).

Turn around di train 1 dilakukan pada kuartal I tahun ini. Untuk tahun depan BP menargetkan bisa memperlambat jadwal turn around train 2.

“Tahun depan, tapi belum lihat jadwalnya. Mudah-mudahan kami bisa lihat jadwalnya. dan berharap bisa memperlambat” ujarnya.

Saat ini BP tengah mengerjakan pengembangan kilang LNG Tangguh train 3. Namun sayangnya pembangunannya mengalami keterlambatan. Saat ini progress-nya mencapai 60%. Dengan lebih 10 ribu pekerja proyek di lapangan.

“Pada 2021 (train 3), itu mundur dengan jadwal terbaru, karena ada beberapa penyebab, seperti yang sudah dijelaskan SKK Migas. Sekarang kami fokus untuk mendeliver dengan jadwal yang baru,” kata Moektianto.

Fatar Yani Abdurrahman, Wakil Kepala SKK Migas, sebelumnya mengatakan beberapa faktor yang membuat train 3 molor adalah karena keterlambatan pengiriman material yang berasal dari Sulawesi dan Jawa.

Hal itu disebabkan oleh gempa dan tsunami yang mengguncang di Palu. Ditambah dengan erupsi anak Gunung Krakatau,  sehingga pasokan material terhambat.

Faktor lainnya adalah masalah pekerja. Para pekerja yang awalnya berasal dari Pulau Jawa semakin berkurang , lantaran pulang ke daerah asal dan tidak kembali lagi ke Papua.

“Ketika kerja di Papua, pada saat yang sama proyek infrastruktur di Indonesia juga banyak. Saat kembali ke Jawa, mereka cenderung lebih pilih kerja di proyek infrastruktur. Jadi kontraktor harus rekrut ulang pegawai dengan kompensasi lebih baik mudah-mudahan tidak terulang,” kata Fatar.

Menurut Moektianto,  masalah pekerja dan material sekarang sudah teratasi, sehingga sisa pekerjaan fisik bisa dikebut. Selain itu ia menegaskan bahwa kondisi di Papua yang sempat memanas beberapa haru lalu juga tidak berikan gangguan dalam progress pembangunan.

“Karena kan crew change dan supply material jalan seperti biasa. Jadi apa yang terjadi di Papua kemarin tidak mengganggu aktivitas kita, mudah2an. so far berjalan seperti biasa. Kalau terjadi eskalasi, mudah-mudahan tidak, pemerintah mengambil tindakan,” kata Moektianto.(RI)