JAKARTA – Transisi energi telah berlangsung di seluruh dunia dan perkembangan energi bersih yang semakin menjanjikan. Kemajuan teknologi dan implementasi skala luas memungkinkan penurunan biaya investasi energi terbarukan, terutama pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/angin (PLTB). Hanya dalam satu dekade (2010-2019), harga panel surya dan turbin angin turun masing-masing sebesar 89% dan 59%.

“Selain itu, inovasi teranyar di bidang teknologi penyimpanan baterai memberikan akses biaya yang lebih murah pada harga baterai Li-ion yang juga turun sebesar 89% di periode yang sama,” ungkap Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), baru-baru ini.

Menurut Fabby, pada 2030 membangun pembangkit listrik baru dari energi terbarukan akan lebih murah daripada mengoperasikan pembangkit listrik tenaga batu bara dan gas yang sudah ada di seluruh belahan dunia. Bahkan di beberapa negara, kondisi ini sudah terjadi.

“Perkiraan tersebut mengindikasikan bahwa pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar fosil baru akan semakin tidak menguntungkan dan berisiko,” ujar Fabby.

Dia menekankan, pengembangan energi terbarukan dalam skala besar dan cepat merupakan keniscayaan untuk menghindari krisis perubahan iklim akibat pemanasan global sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

“Indonesia sebagai salah satu negara pengemisi terbesar di dunia dituntut untuk menurunkan konsumsi energi fosil dengan melakukan transisi energi secepatnya, khususnya di sektor kelistrikan,” tandas Fabby.(RA)