JAKARTA – Ginanjar Sofyan, Direktur Utama PT Pertamina Power Indonesia (PPI), anak usaha PT Pertamina (Persero,) di sektor energi terintegrasi, dikabarkan bakal diberhentikan dari jabatannya. Surat pemberhentian Ginanjar pun sudah diteken Direksi PT Pertamina (Persero), pekan lalu. Dalam surat yang sama, tertulis juga Ginanjar dibebastugaskan dari jabatan Dirut Konsorsium PLTGU Jawa-1.

Pencopotan tersebut diduga terkait “perseteruan” Ginanjar dengan Marubeni, perusahaan Jepang yang jadi mitra PPI di proyek PLTGU Jawa 1 berkapasitas 1.760 megawatt yang dibangun di Cilamaya, Kabupaten Karawang.

“Penggantinya kemungkinan eks direktur di PGN (Perusahaan Gas Negara),” ujar sumber Dunia Energi yang mengetahui rencana pergantian Dirut PPI di Jakarta, Kamis (31/10).

Sumber membisikkan, Ginanjar sejatinya memiliki kinerja sangat baik. Hal itu terbukti dari kemampuannya menjaring investor luar terutama Jepang, dan mengelola menjadi mitra PPI dalam konsorsium, serta mengelola lebih dari 20 partners pendukung domestik dan internarional dalam pengembangan PLTGU Jawa 1. Ginanjar juga dalam waktu cepat (14 bulan) berhasil melakukan financial close dengan lenders yang dipimpin oleh Japan Bank for International Cooperarion (JBIC).

“Dari lenders, konsorsium dapat development fee US$ 55 juta. Ini bagus sekali. Salah satu konsorsium perusahaan yang bangun PLTU dengan nilai investasi lebih besar dari PLTGU Jawa 1 juga dapat development fee lebih kecil dari lenders, hanya US$ 20 juta. Artinya, lenders sangat percaya pada Pertamina,” jelas sumber.

Sumber menyebutkan, pencopotan Ginanjar terkait sikap yang bersangkutan berseberangan dengan Marubeni. Perusahaan asal Jepang itu dinilai tidak mengedepankan etika bisnis, isu tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), serta efisiensi biaya proyek, dan perrgantian operator FSRU dari Belgia (Exmar) oleh Perusahan Jepang lainnya (Mitsui OSK Line/MOL). “Ini yang membuat Ginanjar marah,” katanya.

Kemarahan PPI itu ditunjukan dengan keluarnya tiga surat keras dari PPI yang diteken Ginanjar. Bahkan, surat itu ditembuskan ke para lenders (JBIC, NEXI dan ADB). “Sejauh ini para lenders tersebut tidak memberikan reaksi apapun,” katanya.

Perseteruan itu juga makin memanas karena isu efisiensi. Proyek pimpinan PPI bukan hanya menjadi ikon di tataran internasional karena kompleksitas proyeknya, tapi juga merupakan proyek dengan harga atau tarif listrik termurah dan berbasis energi bersih yaitu LNG. Efisiensi mungkin menjadi kunci kemenangan dan murahnya tarif listrik proyek yang dipimpin PPI tersebut.

“Di bawah Ginanjar, PPI berhasil hemat sebesar US$ 62 juta untuk proyek PLTGU Jawa 1 dan masih terdapat potensi penghematan biaya proyek sebesar US$48 juta jika tidak terjadi cost overrun atau change order,” katanya.

Isu yang terjadi di proyek PLTGU Jawa-1 juga melebar ke Proyek IPP Bangladesh. Sebelumnya Marubeni merupakan anggota konsorsium pimpinan PPI tersebut. PPI dikabarkan untuk memilih mitra baru, salah satu perusahaan multinasional asal Jepang.

Sementara itu, Ginanjar, saat dikonfirmasi Dunia Energi, mengaku bahwa pada Senin lalu mendapatkan surat pemberitahuan dari BOD Pertamina yang diteken oleh Heru Setiawan, salah satu direktur Pertamina.

“Intinya, saya dibebastugaskan dari jabatan Dirut PPI dan Dirut Konsorsium PLTGU Jawa-1. Saya sudah menjalankan tugas Dirut sejak Februari 2018 dan baru akan selesai tugas pada Februari 2021. Dari sisi proyek, Alhamdulillah kemajuan sudah 30 persenan, on track!. HSSE juga sudah mencapai sekitar 4,8 juta man hours, tapi kami tetap akan tingkatkan kinerja dan kualitas,” tutur Ginanjar.

Tajudin Noor, Sekretaris Perusahaan Pertamina, menjelaskan pergantian jajaran direksi, termasuk di anak usaha Pertamina seperti PPI, adalah aksi korporasi biasa.

“Sepertinya manajemen sudah pikirkan secara komperehensif semua aksi korporasi termasuk pergantian direksi,” kata Tajudin kepada Dunia Energi di Bandung (31/10).

Menurut dia, dengan adanya pergantian jajaran manajemen perusahaan, ada target yang sedang dikejar dan diharapkan bisa terealisasi dengan manajemen baru.

“Maunya ada kemajuan lain yang bisa dicapai dengan adanya formasi baru,” katanya.

Slamet Muhadi, direktur anak usaha PT Marubeni Indonesia, mengungkapkan untuk PLTGU Jawa-1, PT Jawa Satu Power sudah memberikan full turn key contract ke EPC ( Samsung-GE-Meindo consortium). Mereka yang bertanggung jawab untuk procurement, termasuk menentukan pipa harus dibeli dari siapa.

“EPC yang harus menggaransi performance-nya nantinya. Marubeni tidak pada posisi untuk memaksa mereka,” ujar Slamet kepada Dunia Energi

Slamet mengatakan Dirut PPI adalah Consortium Leader selama proyek Jawa-1 dari mulai proses tender sampai pelaksanaan proyek, bahkan Dirut PPI juga menjadi CEO di SPC, PT Jawa Satu Power. Menurut dia, Marubeni sangat menghargai kerja-sama dan hubungan baik dengan Dirut PPI selama ini.

“Kepentingan Marubeni adalah Proyek Jawa-1 bisa selesai tepat waktu dan tepat unjuk kerja, sesuai komitmen kami di PPA dengan PLN,” ujarnya.

Terkait MOL, Slamet menjelaskan, perusahaan itu adalah salah satu shareholder di PT Jawa Satu Regas, operator dan FSRU. Keterlibatan MOL sudah melalui kajian dan diputuskan bersama semua Sponsor (PPI, Marubeni dan Sojitz).

“Tidak ada satupun corporate action dari JSP (Jawa Satu Power) tanpa persetujuan semua Sponsor” jelas dia .

Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 1 berkapasitas 1.760 megawatt (MW) ditargetkan mulai beroperasi komersial pada akhir 2021. PLTGU Jawa 1 merupakan proyek pembangkit terintegrasi dengan Floating Storage Regasification Unit (FSRU).

Pembangunan kapal FSRU Jawa 1 juga telah dimulai di galangan kapal Samsung Heavy Industries Busan, di Korea Selatan. Kapal FSRU memiliki kapasitas kargo penyimpanan liquefied natural gas (LNG) sebesar 170.150 m3 dengan kapasitas unit regasifikasi 300 MMSCFD.

Kapal FSRU Jawa 1 direncanakan selesai pada Desember 2020 dan direncanakan memasuki perairan Indonesia pada pertengahan Januari 2021.

Total investasi proyek PLTGU Jawa 1 mencapai US$1,8 miliar. Sebesar US$300 juta-US$400 juta di antaranya untuk FSRU. (DR/RA/RI/AT)