NUSA DUA- Pemerintah menyatakan industri minyak dan gas mempunyai peran dan signifikan bagi pembangunan nasional. Pemerintah memberikan dukungan penuh untuk kemajuan industri migas guna mencapai ketahanan energi nasional.

“Pemerintah benar-benar memberikan dukungan untuk mendukung ketahanan dan kemandirian energi selama masa transisi energi agar Indonesia dapat keluar dari jebakan pendapatan menengah saat memasuki negara -negara Group of Default pada tahun 2025 atau 2050 atau lebih cepat,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan saat membuka 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022 (IOG 2022) secara hibrid di Nusa Dua, Bali, Rabu (23/11/2022).

Luhut mengungkapkan, salah satu poin deklarasi G 20 Bali adalah menekankan pentingnya ketahanan energi sambil mengerahkan seluruh upaya menuju transisi energi yang berkelanjutan. Konferensi ini penting untuk meningkatkan investasi dan menyesuaikan transisi energi melalui kolaborasi yang lebih kuat, yang merupakan topik penting di tengah konflik geopolitik dan tantangan ekonomi yang dihadapi Indonesia.

Menurut Luhut, Indonesia dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 5% setiap tahun didukung oleh pasokan energi yang cukup. Karena itu, pemerintah mendukung target produksi minyak 1 juta barel per hari dan gas 12 miliar kaki kubik per hari pada 2030. Disebutkan bahwa pemerintah telah mengidentifikasi serangkaian insentif fiskal untuk mencapai target tersebut.

Di tempat yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai target nol emisi atau Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat. Peran minyak dan gas dalam transisi energi Indonesia tetap krusial.

Mengacu pada 2022 OPEC World Oil Outlook 2045, permintaan minyak sebagai bahan bakar utama diproyeksikan meningkat dari 88 mboepd pada 2021 menjadi 101 mboepd pada 2045. Sementara itu porsinya dalam bauran energi menurun dari 31% menjadi sedikit di bawah 29%. Permintaan gas juga diantisipasi meningkat dari 66 mbopd pada 2021 menjadi 85 mbopd pada 2045, bagiannya dalam bauran energi akan meningkat dari 23% menjadi 24%.

Menurut Arifin, permintaan minyak dan gas masih tumbuh terutama di sektor transportasi dan pengembangan sektor gas juga penting dalam menjembatani transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Karena itu, transisi energi dilakukan dalam beberapa tahapan dengan mempertimbangkan daya saing, biaya, ketersediaan, dan keberlanjutan.

Menurut Laporan Kesenjangan Emisi 2022 oleh Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), total emisi pada tahun 2021 adalah 52,8 GtCO2, sementara emisi fosil (termasuk minyak dan gas) menyumbang hampir 72% atau 37,9 GtCO2. “Industri minyak dan gas menghadapi tantangan kritis karena dunia semakin bertransformasi menuju transisi energi bersih untuk mengurangi emisi CO2,” kata Arifin.

Perusahaan minyak dan gas, kata Arifin, perlu mengatasi transisi dengan mengambil langkah signifikan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dalam operasi mereka untuk mendukung dunia nol bersih. Dorongan untuk transisi energi untuk memenuhi target yang lebih hijau membuat sektor keuangan berhenti mendanai proyek minyak dan gas baru dan memberikan lebih banyak dana untuk pembangunan terbarukan, hal ini menyebabkan kurangnya investasi dalam eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas.

Menyikapi transisi tersebut, sejumlah perusahaan migas melakukan diversifikasi operasinya dengan berinvestasi di bidang non-inti misalnya pengembangan energi terbarukan, kelistrikan, dan baterai.

Namun, kata Arifin, meskipun dengan tantangan tersebut, permintaan minyak dan gas masih tumbuh terutama di wilayah berkembang seperti India, Afrika dan Asia dimana pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, industrialisasi dan kendaraan akan melonjak secara signifikan.

Dalam proses transisi, pemerintah melaksanakan beberapa program strategis gas seperti memperluas penggunaan gas sebagai bahan bakar dan bahan baku industri dengan membangun infrastruktur transmisi dan distribusi gas yang terintegrasi. Konversi solar menjadi gas pada pembangkit listrik dan pembangunan sarana prasarana; dan pembangunan jaringan pipa gas untuk rumah tangga dan usaha kecil. Selain itu, gas adalah solusi yang baik untuk mengatasi masalah intermitrensi Energi Terbarukan Variabel.

“Kami masih berencana untuk meningkatkan produksi migas sekitar 1 juta barel minyak dan 12 BSCFD pada 2030 yang diperuntukkan khusus untuk penggunaan dalam negeri, mengingat potensi hulu migas Indonesia masih sangat besar,” katanya.

Pemerintah optimistis target itu bisa dicapai, mengingat Indonesia masih memiliki 68 potensi cekungan yang belum dieksplorasi dan cadangan terbukti minyak sebesar 2,4 miliar bbl, sedangkan cadangan gas terbukti sekitar 43 TCF.

“Pemerintah menyadari bahwa kegiatan hulu migas di Indonesia saat ini sangat menantang, terutama dari segi biaya. Biaya eksplorasi, pengembangan, produksi, dan akses ke sumber daya meningkat. Dengan demikian, Indonesia membutuhka n investasi yang lebih besar untuk memacu tambahan produksi migas nasional,” katanya.

Untuk mendorong lebih banyak investasi hulu di Indonesia, Pemerintah telah melakukan beberapa kebijakan terobosan, melalui fleksibilitas kontrak (PSC Cost Recovery atau Gross Split PSC), perbaikan term & condition pada bid round, insentif fiskal/non-fiskal, perizinan on-line pengajuan dan penyesuaian regulasi untuk inkonvensional

Selanjutnya untuk menarik investasi pemerintah akan merevisi undang-undang migas tahun 2021 dengan memberikan seperti perbaikan termin fiskal, asumsi dan pelepasan, kemudahan berusaha, dan kepastian kontrak.

Selain itu, pemerintah siap membuka dialog dengan operator dan investor untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kompetitif dan meningkatkan keekonomian proyek.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto dalam sambutannya menyatakan industri hulu migas masih akan terus tumbuh dan belum mencapai masa senjanya. Bahkan, ke depan industri ini masih membutuhkan lebih banyak investasi. Sekurangnya, industri hulu migas Indonesia butuh investasi secara jangka panjang senilai US$ 179 miliar.

Menurut Dwi, industri hulu migas memiliki dampak ganda yang sangat besar. Tidak hanya dari proyeksi penerimaan negara saja, tetapi juga dari investasi dan uang beredar yang dapat berdampak besar terhadap upaya pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.

Dwi mengakui industri migas berada dalam masa yang sangat dinamis dan penuh tantangan. Situasi geopolitik dan ekonomi global saat ini yang menyebabkan gangguan pasokan energi dan pangan yang selanjutnya menyebabkan kenaikan harga. Ditambah lagi isu transisi energi yang membuat energi fosil jadi dikurangi juga menjadi tantangan besar yang ada di depan mata industri hulu migas. “Banyak negara berkomitmen penuh untuk mengurangi emisi karbon. Karenanya, beberapa perusahaan besar telah memasukkan pengurangan karbon dan investasi energi terbarukan dalam strategi portofolio mereka,” katanya.

Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya untuk bekerja sama dengan para kontraktor. Ada lima strategi utama pemerintah menggenjot investasi migas. Pertama, mengoptimalkan produksi di lapangan migas yang ada. Kedua, melakukan transformasi sumber daya kontingen menjadi produksi. Ketiga mempercepat metode Enhanced Oil Recovery (EOR) kimiawi untuk mendorong tambahan produksi. Keempat mendorong kegiatan eksplorasi migas, dan terakhir melakukan percepatan peningkatan regulasi melalui One Door Service Policy (ODSP) dan insentif hulu migas. (DR)