JAKARTA – Aturan lebih jelas harus bisa diterbitkan unutuk mengatasi persoalan sumur minyak ilegal yang masih banyak ditemukan di tanah air. Ini penting karena selain merugikan negara karena produksi minyak yang tidak tercatat, keselamatan juga jadi taruhannya lantaran kegiatan tersebut jauh dari pedeoman keselamatan dalam kegiatan pengelolaan sumur minyak.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) sendiri telah mengusulkan adanya peraturan presiden (perpres) dan peraturan menteri (permen) energi dan sumber daya mineral (ESDM) baru yang khusus menangani persoalan sumur minyak ilegal tersebut.

Ngatijan, Tenaga Ahli Kepala SKK Migas, menyatakan berdasarkan data yang dihimpun memperkirakan setidaknya terdapat sekitar 4.500 sumur minyak ilegal yang beroperasi dengan produksinya diperkiaraan dapat mencapai 2.500-10.000 barel per hari.

Padahal jika dapat dikelola secara legal, hal tersebut dapat tercatat untuk penamabahan lifting minyak nasional dan tidak merusak lingkungan.

“Konsep perpres dan permen sudah disampaikan Kepala SKK Migas kepada Menteri ESDM,” kata Ngatijan dalam diskusi Katadata “Mencari Win-Win Solution untuk Sumur Minyak Ilegal”, Selasa, (21/12).

Dia mendesak agar kegiatan sumur tanpa persetujuan pemeritah harus ditertibkan. Pasalnya, hal tersebut membuat pendapatan negara dari sektor ini menjadi tergerus.

“Tentu saja produksi minyak ilegal saat ini produksi minyaknya gak ada yang masuk ke negara walaupun pajak sama sekali,” ungkap Ngatijan.

Sementara itu, Tutuka Ariadji, Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),
dalam menangani sumur minyak ilegal yang dibutuhkan hanyalah revisi permen ESDM nomor 1 tahun 2008.

Dalam revisi beleid tersebut, pemerintah akan melegalkan BUMD dan Koperasi Unit Desa (KUD) yang selama ini juga sebenarnya telah terlibat dalam pengelolaan sumur-sumur minyak tua yang biasanya dikelola secara ilegal. Tutuka menuturkan kegiatan di sumur minyak ilegal biasanya tidak bertahan lama, namun dampak yang ditimbulkan justru sangat besar sehingga para pihak yang terlibat justru harus dibina.

Sehingga menurut Tutuka tidak perlu mengharapkan produksi dari minyaj ilegal tersebut. Terutama untuk peningkatan produksi lifting. Sehingga pihaknya masih mengupayakan pendekatan melalui revisi permen.

“Pasti mati sendiri karena cadangan gak besar. Cuma yang jadi masalah besar adalah dampak lingkungan ini bisa mempermalukan negara kita kalau dilihat dari satelit,” ujar Tutuka. (RI)