JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS). emiten transmisi dan distribusi gas, menyatakan pembangunan terminal Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair Teluk Lamong akan menjadi salah satu tulang punggung (backbone) pemenuhan gas untuk pasar retail di pulau Jawa dan Bali.

Gigih Prakoso, Direktur Utama Perusahaan Gas Negara atau PGN, menjelaskan pembangunan terminal LNG akan dilakukan secara bertahap. Ini bertujuan mengurangi biaya belanjamodal (capital expenditure/capex) dan biaya operasi (operational expenditure/opex) secara signifikan.

“Hal itu jika dibandingkan dengan temporary solution karena adanya pengurangan opex dari hilangnya pembiayaan sewa harian FSU (Floating Storage Unit) dan berkurangnya biaya marine operation. Untuk capex akan berkurang dengan signifikan karena menggunakan terminal eksisting. Salah satu biaya terbesar dalam pembangunan small scale LNG terminal adalah pembangunan jetty dan fasilitas pelabuhan,” kata Gigih di Jakarta, Senin (1/4).

Dalam skema distribusi dan transmisi gas, pasokan LNG dapat dikapalkan dari sumur Bontang/Tangguh, bahkan LNG impor jika pasokan LNG domestik tidak mampu lagi memasok LNG untuk domestik. Selanjutnya, LNG ditampung di Terminal LNG yang mempunyai fasilitas storage sementara dan dan di breakbulk dengan unit pengisian untuk penjualan ritel. Dengan begitu, LNG bisa langsung mengalir ke konsumen melalui jaringan pipa dan LNG juga dimungkinkan untuk distribusi melalui truk kepada konsumen ritel.

Anak usaha PGN, yakni PT PGN LNG Indonesia (PLI), berkongsi dengan PT Pelindo Energi Logistik selaku anak usaha Pelindo III ditugaskan menggarap tiga fase pembangunan. Pada fase pertama, pembangunan dan pengoperasian Terminal LNG Teluk Lamong, bisa memasok gas 30 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) yang dialirkan melalui jaringan pipa Jatim.

Gigih menjelaskan, pada fase pertama, pembangunan akan fokus kepada fasilitas regas di tepian pantai, dan menggunakan storage sementara, dengan utilisasi kapal LNG ukuran sedang sesuai dengan ukuran jetty eksisting Terminal Teluk Lamong.

Fase berikutnya adalah pembangunan Terminal Pengisian LNG skala kecil (Iso Tank 20 feet – 40 feet container) untuk distribusi LNG di luar sistem pipa PGN dan ship to truck LNG bunkering.

Fase paling akhir mencakup pembangunan tanki LNG permanen, dimulai dengan dengan ukuran 50.000 cbm, sebagai pengganti floating storage, untuk memenuhi kebutuhan gas suplai untuk sistem pipa PGN di Jawa Timur, dan dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan sampai dengan 180 MMSCFD.

“Pengoperasian penuh pada 2023, dan dapat berkembang untuk pemenuhan semua kebutuhan gas di Jawa Timur sebesar 600 MMSCFD dalam jangka panjang,” kata Gigih. (RI)