JAKARTA – Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) meminta penggunaan BBM jenis solar bersubsidi tidak lagi digunakan PT Kereta Api Indonesia (KAI).

M. Fanshurullah Asa, Kepala BPH Migas,  mengungkapkan ada tiga golongan angkutan kereta yang menggunakan BBM solar subsidi. Kereta penumpang, kereta penumpang dan barang serta kereta barang.

“Kami usulkan untuk kereta penumpang dan penumpang barang silahkan gunakan BBM subsidi, tapi yang barang tidak lagi pakai yang subsidi,” kata Fanshurullah di kantor BPH Migas, Jakarta, Senin (30/12).

Beberapa barang yang memanfaatkan pengangkutan menggunakan moda transportasi kereta api misalnya batu bara, hasil perkebunan seperti kelapa sawit dan bubur kertas. “Misalkan BBM subsidi untuk angkut batu bara Bukit Asam masih kita maklumi, tapi ini digunakan perusahaan-perusahaan investasi dari luar negeri angkut batu bara,” ungkap Fanshurullah.

Menurut dia, usulan agar kereta barang tidak lagi menggunakan BBM subsidi merupakan bagian dari upaya untuk antisipasi kuota bbm solar subsidi jebol seperti yang terjadi pada 2019.

Pada tahun depan PT KAI menjadi bagian badan usaha yang mendapatkan jatah kuota BBM solar subsidi bersama beberapa badan usaha pengangkutan lainnya seperti ASDP, PT PELNI serta Perintis PT PELNI dan PELRA.

Untuk tahun depan BPH Migas juga merubah mekanisme penyaluran BBM solar subsidi bagi konsumen pengguna. Jika tahun ini kuota langsung diserahkan seluruhnya maka tahun depan akan diberikan setiap kuartal.

“Tahun ini KAI mendapatkan 243.262 Kiloliter (KL). Pada 2020 tidak langsung diberikan satu tahun,  tapi dipecah tiga bulan, nanti kami turun ke lapangan untuk verifikasi,” kata Fanshurullah.

Untuk kuartal I KAI mendapatkan jatah 51.250 KL. ASDP mendapatkan kuota di triwulan pertama sebesar 61.970 KL dengan jumlah kapal 430 kapal. Sementara tahun lalu kuota untuk ASDP sebesar 243.172 KL. Kemudian PT PELNI jika tahun lalu mendapatkan jatah kuota tahun lalu 372.224 KL, sementara pada kuartal I sebesar 96.343 KL dengan total jumlah kapal 272 kapal. Lalu tahun lalu PELRA/Perintis mendapatkan jatah kuota solar subsidi tahun lalu 118.508 KL. Untuk tahun ini pada kuartal I ditetapkan sebesar 16.000 KL dengan total jumlah kapal sebanyak 736 kapal.

Selain mengubah pola distribusi kepada konsumen, BPH Migas juga meminta Pertamina sebagai badan usaha yang paling besar mendapatkan kuota solar untuk berbenah dalam pendistribusian solar.

Pemerintah berdasarkan persetujuan DPR RI telah menetapkan kuota Jenis BBM tertentu (JBT) atau BBM bersubsidi tahun 2020 sebagaimana tertuang dalam Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapaatn dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 sebanyak 15,87 juta KL yang terdiri dari minyak solar 15,31 juta KL dan minyak tanah sebesar 0.56 juta KL. Kuota ini mengalami kenaikan sebesar 5,03 % dari kuota BBM tahun 2019 sebesar 15,11 juta KL.

Tapi kuota yang sudah diberikan itu masih diprediksi akan jebol. Kuota tersebut hanya naik 800 ribu KL dari yang dialokasikan pada tahun sebesar 14,5 juta KL. Sementara realisasi penalurannya berdasarkan verifikasi BPH Migas bisa lebih sekitar 1,3 juta KL hingga 1,5 juta KL. Artinya jika diasumsikan maka kekurangan solar subsidi tahun depan bisa mencapai 700 ribu KL.(RI)