Udara yang merupakan salah satu unsur atau elemen pokok kehidupan merupakan komponen dan zat yang dapat menunjang maupun menghambat kesehatan dan kesejahteraan makhluk hidup serta lingkungan hidup. Polusi udara merupakan salah satu risiko lingkungan terbesar terhadap kesehatan, cara terbaik untuk mengendalikan polusi adalah dengan menggunakan pembersih udara. Namun, pembersih udara dalam ruangan biasa tidak memiliki kemampuan pemurnian yang cukup untuk digunakan di luar ruangan.
Metode yang digunakan yaitu Air Quality Monitoring System (AQMS) yang merupakan suatu sistem pemantauan kualitas udara ambien secara otomatis, kontinyu dan real. Pengujian PLTS dapat dilihat dari nilai arus, tegangan, serta iradiasi, pada waktu yang sama dengan menunjukkan bahwa Iradiasi berbanding lurus dengan arus dan tegangan. Persentase penurunan PM 2.5 selama lima hari berturut–turut turun sebesar 46,84%, 40,11%, 22,55%, 25,69%, dan 26,89%.
Penurunan nilai tersebut menunjukkan bahwa alat dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan kualitas udara, sedangakan Penurunan nilai PM 10 selama lima hari berturut–turut adalah 46,57%, 39,42%, 21,54%, 24,86%, dan 28,25%. Penurunan nilai tersebut menunjukkan bahwa alat dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan kualitas udara.
Udara yang merupakan salah satu unsur atau elemen pokok kehidupan merupakan komponen dan zat yang dapat menunjang maupun menghambat kesehatan dan kesejahteraan makhluk hidup serta lingkungan hidup. Selain manusia, kualitas udara juga berdampak signifikan terhadap keseimbangan ekosistem dan organisme lainnya.
Udara yang kita hirup setiap hari tidak hanya sebagai kebutuhan hidup, melainkan juga merupakan salah satu indikator kualitas lingkungan dan kesejahteraan makhluk hidup. (Jesi Pebralia, Hamdi Akhsan, 2024).
Pencemaran udara yang terjadi ini dipicu dari banyak partikel dan gas yang berkontribusi terhadap kualitas udara termasuk particulate metter (PM) 2.5, PM 10, karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), ozon (O3), senyawa organic volatile (VOC), karbon dioksida (CO2), dan juga sulfur dioksida (SO2) (Pebralia, et al., 2024).
Sumber terbesar polusi di Indonesia berasal dari transportasi dan pabrik industri. Sejak awal tahun 2024, kota Jakarta sering kali menjadi kota dengan peringkat tertinggi di Indonesia maupun dunia dengan kategori kualitas udara terburuk (Ulya dan Setuningsih, 2023).
Sebagai gambaran umum, menurut situs pemantau kualitas udara (IQAir), pada Minggu 26 Mei 2024, kota Jakarta menduduki peringkat pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dengan nilai PM 2.5 sebesar 110µg/m3 (Syarief, 2024).
Sabtu, 1 Juli 2024 kota Jakarta menduduki peringkat kedua kualitas udara terburuk di dunia dengan nilai PM 2.5 adalah 186 µg/m3 (Raharjo, 2024). Standar kualitas udara baik menurut WHO memiliki rentang konsentrasi PM2.5 rata-rata 24 jam antara 0 hingga 15 µg/m³ (Fadhlurrahman, 2024).
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang diliput oleh kompas.com menyebutkan bahwa kasus serangan ISPA di Jakarta naik menjadi 200,000 kasus, yang dimana nilai ini jauh lebih tinggi dari pada kasus di saat pandemi covid-19 yang hanya mencapai 50.000 (Rokom. 2023).
Karena polusi udara merupakan salah satu risiko lingkungan terbesar terhadap kesehatan, cara terbaik untuk mengendalikan polusi adalah dengan menggunakan pembersih udara. Namun, pembersih udara dalam ruangan biasa tidak memiliki kemampuan pemurnian yang cukup untuk digunakan di ruang luar. “SAQE (Solar Air Quality Enhancer): Alat Peningkat Kualitas Udara Berbasis Energi Terbarukan untuk Ruang Belajar Terbuka di Jakarta” hadir sebagai solusi untuk meningkatkan kualitas udara luar ruangan.
Alat ini menggunakan tiga jenis filter: pertama, pra-filter untuk menyaring kotoran besar, kemudian HEPA-filter untuk menangkap partikel debu dan molekul asap, dan karbon-filter untuk menangkap partikel mikro (Kumar, et al., 2023). Filter HEPA memiliki efisiensi hingga 99,97% dalam menyaring debu, serbuk sari, jamur, bakteri, dan partikel udara sekecil 0,3 mikron (Muhammad, et al., 2023).
Terlepas dari kenyataan bahwa banyak jenis pembersih udara tersedia di pasaran, tidak ada satupun yang menggunakan energi matahari dengan efisiensi yang baik. Dengan menggunakan panel surya, alat ini dapat beroperasi tanpa sumber daya eksternal dan dapat digunakan di area yang sangat padat serta di lembaga pendidikan (Mathew, et al.,2022).
Salah satu sumber energi terbarukan yang dapat dikembangkan Indonesia adalah energi surya. Berdasarkan data Kementerian ESDM, potensi pengembangan pembangkit listrik tenaga fotovoltaik di Indonesia mencapai 207,8 GWp, dan realisasinya mencapai 0,15 GWp, yang mengindikasikan besarnya peluang pemanfaatan energi surya di Indonesia.
Iradiasi surya rata-rata di Indonesia adalah 4,8 kWh/m2/hari. Sistem fotovoltaik mengubah iradiasi matahari menjadi energi listrik. Iradiasi adalah jumlah total energi surya yang diterima per satuan luas selama periode waktu tertentu. Iradiasi surya biasanya diukur dengan satuan kWh / m2. Semakin banyak radiasi surya yang diterima panel surya, listrik yang dihasilkan semakin banyak.
Sinar surya dapat dimanfaatkan sebagai sumber listrik dan dapat digunakan untuk memberikan supply catu daya berbagai peralatan seperti PLTS untuk pengering kupang. Sel surya merupakan alat yang dapat mengubah energi surya menjadi energi listrik melalui tenaga surya. (Zaenal, Ali Jamaaluddin Ahfas, Akhmad Hadidjaja, Dwi Falah,2024).
Pada Alat peningkat kualitas udara berbasis energi terbarukan untuk ruang belajar terbuka di jakarta digunakan metode Air Quality Monitoring System (AQMS) yang merupakan suatu sistem pemantauan kualitas udara ambien secara otomatis, kontinyu dan real time untuk mengetahui kualitas udara suatu wilayah. Saat ini, metode pemantauan mutu udara ambien yang dilakukan oleh Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara yaitu melalui metode otomatis kontinyu (AQMS) dan manual (passive sampler).
SAQE (Solar Air Quality Enhancer) merupakan alat peningkat kualitas udara berbasis energi terbarukan untuk ruang belajar terbuka di jakarta yang terdiri dari beberapa komponen utama yaitu 2 exhaust fan yang befungsi untuk menghisap udara kotor dan mengeluarkan udara bersih dengan menggunakan energi listrik dari panel surya dan baterai, kemudian pre-filter, HEPA dan karbon filter yang berfungsi untuk menyaring udara kotor dan polutan yang terkandung dalam udara sehingga menghasilkan udara bersih.
Selain itu, terdapat panel surya sebagai sumber energi listrik utama untuk menjalankan komponen yang menggunakan energi listrik, selain itu panel surya juga akan mengisi daya pada baterai sehingga baterai dapat menyimpan energi cadangan ketika panel surya tidak berkerja dengan maksimal. Untuk mengubah
arus arus listrik hasil panel surya dari arus DC menjadi AC maka dibutuhkan komponen pendukungnya seperti Solar charge Controller dan Inverter sehingga energi listrik dapat di atur dan disalurkan ke komponen lainnya.

Gambar 2 : Tampak Depan dan Belakang Prototype Alat

Gambar 3 : Komponen Tampak Depan dan Belakang Prototype Alat
Cara kerja dari SAQE (Solar Air Quality Enhancer) yaitu udara kotor akan dihisap oleh exhaust fan dari atas kotak filtrasi yang diarahkan kedalam kotak filtrasi.
Kemudian udara kotor disaring terlebih dahulu menggunakan pre-filter, setelah itu udara akan disaring kembali menggunakan HEPA sehingga kandungan dari polutan seperti debu, bakteri, virus, dan PM 2.5 tersaring dan udara kembali disaring menggunakan karbon filter untuk menghilangkan polutan gas seperti volatile organic compound (VOC), asap kendaraan, asap pabrik, bau dan bahan kimia airbone lainnya.
Setelah itu udara bersih akan diarahkan ke penampungan udara di bagian tengah kotak dan akan dihembuskan kedepan sehingga udara bersih kembali keluar menggunakan exhaust fan yang ada di bagian tersebut. Untuk aliran listrik dari panel surya akan diubah terlebih dahulu dari arus DC menjadi arus AC dan arus listrik dari panel surya dan baterai akan diatur oleh Solar Charge Controller (SCC) terhadap beban sehingga alat akan tetap berkerja jika salah satu sumber energi listriknya tidak berfungsi dengan baik.
Hasil Uji PLTS
Terdapat beberapa data uji yang diambil pada pengujian PLTS, yaitu nilai arus, tegangan, serta iradiasi. Ketiga data tersebut diambil pada waktu yang sama dengan interval pengambilan data setiap 30 menit. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai iradiasi tertinggi terjadi antara pukul 11.00-12.30 WIB, setelah itu nilai iradiasi mulai menurun secara perlahan hingga akhir pengujian.
Pada pukul 10.00 WIB, nilai iradiasi mengalami penurunan cukup drastis dibandingkan sebelumnya karena pada kisaran waktu tersebut, cuaca sempat mendung selama beberapa saat. Data arus yang didapatkan juga linear terhadap nilai iradiasi, dimana besar arus pengisian tertinggi terdapat diwaktu peak. Untuk tegangan yang dihasilkan cukup kecil per waktunya dikarenakan kapasitas panel surya yang cukup kecil untuk daya baterai yang cukup besar.
Hasil Uji Kualitas Udara
Kedua tabel tersebut mencakup data pengujian kualitas udara sebelum dan setelah alat dinyalakan. Parameter yang diukur mulai dari HCHO, TVOC, PM 2.5, PM10, CO, dan juga CO2. Hari dengan data tertinggi terlihat pada hari Senin, sedangkan data terendah pada hari Kamis. Selain itu, terlihat bahwa nilai kualitas udara lingkungan sekitar lebih tinggi dibanding nilai hasil filtrasi, menunjukkan bahwa setelah alat dinyalakan, nilai-nilai tersebut mengalami penurunan sehingga kualitas udara dapat dikatakan meningkat.
Parameter yang perlu di tekan adalah PM 2.5 dan PM 10 karena kedua parameter tersebut yang menjadi salah satu indikator utama kualitas udara berdasarkan AQI (Air Quality Index).
Grafik di atas menunjukkan nilai PM 2.5 per jam selama lima hari. Bar biru menunjukkan nilai setelah filtrasi dan bar orange menunjukkan kualitas udara di sekitar. Selama lima hari tersebut, nilai hasil filtrasi selalu menunjukkan penurunan dibandingkan dengan nilai udara di sekitar sebelum alat dinyalakan. Persentase penurunan PM 2.5 selama lima hari berturut–turut turun sebesar 46,84%, 40,11%, 22,55%, 25,69%, dan 26,89%. Penurunan nilai tersebut menunjukkan bahwa alat dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan kualitas udara.
Grafik di atas menunjukkan besar nilai PM 10 per jam selama lima hari. Sama dengan nilai PM 2.5, dalam lima hari tersebut, nilai hasil filtrasi selalu menunjukkan penurunan dibandingkan dengan nilai udara di sekitar sebelum alat dinyalakan. Penurunan nilai PM 10 selama lima hari berturut–turut adalah 46,57%, 39,42%, 21,54%, 24,86%, dan 28,25%. Penurunan nilai tersebut menunjukkan bahwa alat dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan kualitas udara.
KESIMPULAN
Hasil dari prototipe yang di buat yaitu saqe (solar air quality enhancer) merupakan alat peningkat kualitas udara berbasis energi terbarukan untuk ruang belajar terbuka di jakarta, dengan demikian alat peningkat kualitas udara di luar ruangan dapat menjadi bagian penting dari strategi untuk menjaga kualitas udara yang lebih baik bagi masyarakat secara keseluruhan.
Komentar Terbaru