Penaikan atau penurunan harga minyak dunia sangat anomali. Hari ini turun namun besok lusa dan seterusnya terbukti naik kembali dan kemudian turun lagi. Artinya, tren naik dan atau turunnya harga minyak dunia, seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah serta pihak lain yang terkait seperti Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang membidangi sektor energi.

Sejatinya, bagi masyarakat secara umum, ketika harga  jual bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar  diturunkan dan ternyata tidak serta merta “dibarengi” dengan turunnya harga komoditas lain termasuk tarif angkutan, hal itu tidak berdampak signifikan bagi rakyat.

Turunnya harga jual BBM tidak serta merta melahirkan deflasi karena deflasi juga bergantung pada erat dengan harga harga komoditas lain seperti beras, cabe, bawang, gula, kopi, minyak goreng dan lain lain yang jika ditotal komoditas ini menyumbang nilai inflasi dan atau deflasi yang cukup besar.

‎Hal tersebut bermakna bahwa pemerintah harusnya bersikap cerdas. Ketika harga minyak dunia turun seperti saat ini yang berada di posisi US$ 30 per barel, ini harusnya disikapi dengan kebijakan membeli minyak dunia semaksimal mungkin dan menjadikan sebagai stok untuk menyangga ketahanan energi nasional.

Tidak ada seorang pun termasuk tidak ada satu lembaga pun yang menjamin bahwa harga minyak dunia tidak akan naik lagi setidaknya ke posisi tengah atau di kisaran US$ 40-US$ 50 pr barel. Dan jika itu terjadi, bisa dibayangkan bagaimana reaksi rakyat negeri ini jika pemerintah terpaksa harus membuat kebijakan mengoreksi naik harga jual BBM.

Pemerintah dan DPR pasti akan menjadi sasaran amuk kemarahan dan umpatan masyarakat negeri ini dan tentunya dibalik ini pasti ada yang menarik keuntungan yaitu pihak pihak tertentu yang selalu menggunakan kesempatan itu untuk meruncingkan suasana agar keamanan dan ketenangan negeri ini tidak stabil. Artinya, sangat diharapkan, jika Pemerintah membuat kebijakan menurunkan harga jual BBM maka kebijakan itu harus bisa bermanfaat langsung dan nyata bagi masyarakat banyak dan jangan hanya bermanfaat bagi segelintir pihak saja.

‎Tren penurunan harga minyak pada periode tiga bulan terakhir harusnya tidak disikapi pemerintah dengan harus larut dalam “bujukan ular” untuk mengoreksi harga jual BBM dalam jumlah yang tidak memberi manfaat besar bagi rakyat. Katakanlah, jika pemerintah menurunkan harga sebesar Rp1000,-/liter atau setara sekitar 20% dari harga saat ini, “apakah pemerintah dan atau pihak pihak lain berani menjamin bahwa turunnya harga itu akan diikuti dengan turunnya harga komoditas lain. Saya secara tegas  berani menyatakan: Tidak!”.

Dan siapa yang berani menjamin dalam satu atau dua bulan ke depan dan selanjutnya harga minyak dunia tidak akan naik lagi? Saya juga berani mengatakan: Tidak ada!

Lalu, siapa pula yang berani menjamin ketika pemerintah harus terpaksa menyesuaikan harga atau dengan menaikan harga jual BBM, ini tidak menaikan tingkat inflasi dan siapa yang berani menjamin hal tersebut tidak menimbulkan protes dari pihak yang telah diuntungkan dengan turunnya harga jual BBM. ‎

‎Demi kepentingan nasional khususnya kepentingan masyarakat luas, seharus nya Pemerintah dan Komisi VII DPR serta pihak pihak yang perduli terhadap energi di negeri ini, bersatu mencari solusi menetapkan sebuah sikap dan kebijakan yang memberi manfaat besar bagi rakyat dan bangsa ini.

Ketika peraturan pemeirntah yang ada terkait formula penetapan harga jual BBM bisa direvisi demi terwujudnya manfaat besar bagi rakyat dan bangsa, harusnya ini dilakukan. Jika dalam kurun tiga bulan terakhir, dapat dibuktikan bahwa pemerintah mendapat keuntungan dari harga jual bbm, pemerintah harus bisa menjelaskan secara transparan ke publik besaran keuntungan itu.

Pemerintah harusnya bisa memanfaatkan keuntungan yang ada dengan menjadikan keuntungan itu sebagai dana cadangan untuk menjamin stabilitas harga BBM. Suatu saat jika harga minyak dunia naik kembali, pemerintah bisa menjamin bahwa harga jual BBM tidak akan ikut naik karena diantisipasi dengan tabungan yang dihasilkan dari keuntungan tersebut.

Dana keuntungan tersebut harusnya juga bisa diuntukan bagi ketahanan energi nasional dan ketahanan energi daerah. Untuk memperkuat ketahanan energi nasional terkait BBM, dibutuhkan biaya yang sangat besar.

Untuk mempersiapkan BBM bagi  stok operasional ‎guna melayani pasokan BBM kepada rakyat , setidaknya dibutuhkan investasi dengan nilai sekitar US$ 1,2 miliar untuk pembangunan tangki timbun bbm dengan kapasitas sekitar tiga juta kiloliter. Untuk mempersiapkan stok cadangan penyangga energi secara nasional selama 30 hari, setidaknya dibutuhkan nilai investasi sekitar US$ 3 miliar. Dana itu untuk pembangunan infrastruktur BBM sekitar 5,5 juta kiloliter.

Bagaimana pentingnya membangun infrastruktur bbm untuk memperkuat ketahanan energi daerah, ini informasi yang perlu kita ketahui. Kapasitas  stok premium untuk  Medan adalah hanya untuk  15 hari. Sementara di Padang 25 hari, Makassar 14 hari, Pontianak 9 hari, dan Kupang 20 hari.

Sebagai tambahan infromasi, jika misalnya untuk Pontianak akan  ditingkatkan kapasitas tampung BBM-nya untuk stok menjadi 30 hari, berarti butuh penambahan tangki timbun sebanyak  21 x 1.000 = 21.000 kl‎. Untuk mewujudkan itu semua, ini harus ada campur tangan secara langsung dari pemerintah dan seharusnya ketahanan energi bangsa ini tidak bisa dibebankan sepenuhnya kepada PT Pertamina (Persero).

‎Ketahanan energi BBM bagi bangsa ini bisa terwujud paling tidak jika negeri ini memiliki storage tank BBM untuk menimbun  ‎BBM yang cukup dan tersebar diseluruh wilayah NKRI. Dengan adanya infrastruktur BBM, ketahanan energi di daerah dapat dijamin aman. Ini yang harus dikejar dan dicapai oleh pemerintah.

Untuk mewujudkan itu, tentu saja sumber pendanaan harus jelas diperoleh dari mana. Situasi fiskal pemerintah yang sudah dalam kondisi memprihatinkan tentu akan menjadi beban tambahan jika harus dibebani dengan anggaran untuk mewujudkan ketahanan energi  nasional dan daerah tersebut.

Untuk itulah sewajarnya jika pemerintah, DPR,  dan seluruh elemen bangsa bersepakat membuat solusi yang tidak memberatkan rakyat, yakni dengan cara menghimpun dana cadangan stabilitasi dan ketahanan enerji dari harga bbm yang ada dengan tidak perlu menurunkan harga jual yang berlaku saat ini atau jika harus diturunkan maka penurunannya tidak harus mengacu patuh kepada  angka turunnya harga minyak dunia yang telah terjadi.

‎Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM bisa merevisi peraturan yang ada yang terkait dengan harga dan formula penetapan harga bbm yang bisa mengakomidasi adanya dana stabilitasi dan pembangunan infrastruktur bagi ketahanan energi nasional (dan daerah). Namun semua itu harus dilakukan setransparan mungkin dan disosialisasikan secara komprehensif kepada publik. (***)