JAKARTA – Pandemi COVID-19 terus menyebabkan jatuhnya korban. Tidak hanya manusia tapi nasib proyek-proyek migas di Tanah Air juga terdampak cukup hebat akibat pandemi yang terjadi sejak awal tahun 2020 lalu. Salah satu proyek hulu migas yang sangat terdampak adalah bahkan merupakan proyek hulu migas terbesar di Papua saat ini yakni proyek Tangguh Train 3.

Julius Wiratno, Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengungkapkan seluruh pihak sebenarnya telah berusaha agar proyek bisa berjalan sesuai rencana. Kalaupun ada penyesuaian jadwal durasinya juga tidak terlalu jauh dari target. Tapi pagebluk membuat berbagai usaha tersebut tidak berikan dampak signifikan.

Menurutnya ada dua proyek besar paling terdampak COVID-19, pertama adalah proyek Jambaran Tiung Biru (JTB) dan proyek Tangguh Train 3. Untuk JTB SKK Migas masih optimistis bisa rampung di akhir tahun ini. Hanya saja untuk proyek Tangguh hampir dipastikan baru bisa selesai tahun depan.

“Untuk JTB masih kita usahakan sekuat tenaga bisa onstream di akhir tahun 2021 ini. Kalau Tangguh Train 3 sudah pasti ketendang ke tahun 2022, next year,” kata Julius, kepada Dunia Energi, Kamis (23/9).

Julius menjelaskan secara total sejak pandemi konstruksi proyek Tangguh ini dihentikan sementara selama lima bulan. Ini membuat pengerjaan semakin berat saat mau memulai lagi konstruksi. Dia belum bisa memastikan kapan tepatnya nanti Tangguh Train 3 akan rampung tahun depan.

“Kena COVID cukup parah, sempat dihentikan. Stop konstruksi tiga bulan dan tambah dua bulan lebih. Pada waktu restart lagi cukup berat. will see. kita tetap terus usahakan yang terbaik,” ungkap Julius.

Sebelumnya perkiraan kemunduran penyelesaian proyek sekitar 3-6 bulan dari target awal. Proyek yang awalnya ditargetkan selesai kuartal III 2021 itu diperkirakan baru akan rampung pada kuartal IV 2021.

Tangguh train-3 adalah proyek strategis nasional yang saat sudah onstream akan memberikan tambahan produksi migas nasional yang signifikan. Proyek ini akan menghasilkan minyak sebesar 3.000 bael per hari dan gas sebesar 700 juta kaki kubik pe hari (MMscfd).

Proyek Tangguh juga akan menambahkan dua anjungan lepas pantai, 13 sumur produksi baru, dermaga pemuatan LNG baru, dan infrastruktur pendukung lainnya.

Produksi gas dari train 3 nantinya sebagian besar atau sekitar 75% akan diserap PT PLN (Persero) untuk bahan baku Pembangkit Tenaga Listrik Gas Uap (PLTGU) Jawa I.

Selain PLN, juga telah dialokasikan sebesar 20 MMscfd untuk kebutuhan listrik wilayah Papua Barat. Sisanya, diserap konsumen yang sudah menandatangani kontrak pembelian, yakni Kansai Electric Power Company dari Jepang.

BP Berau Ltd, operator Lapangan Tangguh di Papua Barat, pada akhir tahun lalu bahkan sempat melakukan penambahan jumlah pekerja di lapangan (person on board / POB) dari 6.300 POB menjadi 7.700 POB atau bertambah 1.400 POB untuk mengejar target penyelesaian proyek.

ketika pandemi COVID-19 mulai masuk ke sejumlah daerah di Indonesia pada akhir Februari 2020, industri hulu migas menurunkan kegiatan di lapangan secara signifikan, sebagai upaya untuk mencegah penyebaran pandemic COVID-19.

Kala itu proyek Tangguh harus mengurangi pekerja di lapangan, dari 13.000 POB menjadi sekitar 6.300 POB. Pengurangan hingga 50% pekerja tersebut merupakan rekomendasi medis agar dapat dilakukan skenario “jaga jarak” di lapangan.

Investasi pembangunan Tangguh Train 3 melonjak cukup besar. Dalam data SKK Migas pada akhir tahun lalu estimasi awal pembangunan train 3 oleh BP Berau Ltd akan memakan biaya investasi US$8,9 miliar. Tapi setelah dilakukan evaluasi ternyata ada pembangkakan sekitar US$750 juta.(RI)