JAKARTA – PT Adaro Energy Tbk (ADRO), emiten pertambangan batu bara, hingga sepuluh tahun mendatang akan fokus mengembangkan bisnis di sektor pembangkit listrik. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pendapatan perseroan dari penjualan batu bara.

“Ke depan kami fokus mengembangkan bisnis pembangkit uap. Jadi 5 hingga 10 tahun ke depan, business model kami sepertiga batu bara, logistik sepertiga, dan power atau listrik sepertiga. Jadi tujuannya agar tidak lagi dikontrol harga komoditas,” ungkap David Tendean, Direktur Keuangan Adaro usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan di Jakarta, Senin (18/4).

Pada laporan keuangan 2015, Adaro mencatat pendapatan US$2,68 miliar, turun 19% dibanding pencapaian tahun sebelumnya yang mencapai US$3,32 miliar. Pada tahun lalu, 93% atau US$2,49 miliar pendapatan perseroan berasal dari penjualan batu bara.

Selain pembangkit listrik, Adaro akan mengoptimalkan tambang batu bara di Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mulut tambang.

“Jadi yang Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan sebagian Kalimantan Selatan, akan kita upayakan menjadi mine mouth power plant,” kata Garibaldi Thohir, Presiden Direktur Adaro.
Menurut Garibaldi, melalui pembangunan PLTU mulut tambang, perseroan bisa ikut mengimplementasikan program pemerintah membangun pembangkit 35 ribu megawatt (MW). Dengan begitu, perseroan juga bisa mampu berkontribusi dalam pembangunan PLTU di Jawa dan Luar Jawa.
“Ini satu peluang untuk kami sehingga bisa berperan lebih banyak dalam bangun PLTU di Jawa dan luar Jawa. Dan pemerintah ingin agar tambang batu bara yang tadinya belum optimal sekarang dengan adanya mine mouth jadi bisa dioptimalkan,” kata dia.

Bagi Dividen

RUPS Tahunan Adaro menyetujui untuk membagikan dividen tunai sebesar US$75,49 juta atau 49% dari laba bersih 2015, termasuk dividen tunai interim sebesar US$35,18 juta yang telah dibayarkan pada 15 Januari 2016. Sisanya, sebesar US$75,43 juta akan dimasukan sebagai saldo laba. Pada 2015, Adaro mencatat laba bersih US$152,44 juta.

Menurut Garibaldi, tahun lalu merupakan masa sulit dengan jatuhnya harga batu bara yang diakibatkan kelebihan pasokan dan anjloknya permintaan.

“Untuk menghadapi situasi tersebut operasional kami berjalan dengan baik dengan kinerja bisnis inti yang kuat,” tandasnya.(RI)