JAKARTA – Pemerintah menjanjikan  harga gas di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, Sumatera Utara turun, namun baru bisa direalisasikan setelah 2020. Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan penurunan harga gas masih harus menunggu, karena ada kontrak gas yang harus dihormati.

“Jadi sampai dengan tahun depan harga sesuai yang terkontrak akhir 2020,” kata Djoko usai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, Selasa (26/2).

Selama ini harga gas di Sei Mangkei  tergolong tinggi. Padahal, pemerintah memerlukan investasi besar di kawasan industri tersebut.

Djoko menjamin harga gas nantinya akan bisa dibawah US$ 10 per MMBTU.

“Setelah itu (2020) gas turun di bawah US$ 10 per MMBTU, sekarang posisinya US$ 10,48 per MMBTU. Setelah itu di bawah US$ 10, ya US$ 9,9 per MMBTU-lah. Itu untuk konsumen di KEK,” ungkap dia.

Menurut Djoko, salah satu kontribusi yang membuat penurunan harga gas dimungkinkan adalah adanya evaluasi pada biaya Operasi dan Pemeliharaan (O&M). “Jadi yang diturunkan adalah biaya O&M atau biaya maintenance pipa,” katanya.

Selain itu, harga sumber gas yang memasok kebutuhan Sei Mangkei juga diturunkan. Penurunan harga gas ini tidak lepas dari perubahan sumber pasokan gas. Saat ini gas Sei Mangkei  berasal dari Blok North Sumatera Offshore (NSO) B dan NSO A. Untuk pemasok gas baru nantinya adalah PT Medco E&P Malaka yang gasnya akan berasal dari Blok A di Aceh.

“Dari hulunya juga sumber gasnya dari Blok A Medco. Sekarang kan dari NSB dan NSO sekitar US$ 7,5 per MMBTU, kalau dari Medco US$ 7,03 per MMBTU,” papar Djoko.

Fridy Juwono, Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian, mengungkapkan penurunan harga gas menjadi salah satu harapan utama pelaku industri di Sei Mangkei yang  mengandalkan gas sebagai bahan baku utama produksi.

Salah satu industri yang meminta penurunan harga gas dan paling membutuhkan gas murah adalah PT Unilever Oleochemical Indonesia yang mengolah minyak kelapa sawit. “Iya mereka kan di situ yang perlu paling banyak gas,” tandas Fridy.(RI)