JAKARTA – Tantangan di industri minyak dan gas bumi, kian hari semakin menarik. Berbagai inovasi teknologi diperkenalkan untuk menjawabnya. Kelangkaan sumber minyak dan gas dan turunnya tingkat produksi migas membutuhkan alternatif teknologi untuk mengatasinya. Hal ini terbantukan dengan penerapan teknologi geokimia organik dalam industri perminyakan telah berkembang pesat dalam puluhan tahun terakhir.

Salah satu teknik yang digunakan dalam geokimia organik untuk mengevaluasi molekul kimia yang terdapat di dalam ekstrak batuan dan minyak bumi adalah melalui analisis fingerprint/ analisis sidikjari Gas Kromatografi (GC) dan Gas Kromatografi Spektrometri Massa (GCMS). Analisis sidikjari biomarker minyak bumi secara historis telah digunakan untuk mengidentifikasi karakter dari suatu minyak bumi.

“LEMIGAS Ditjen Migas akan terus mengembangkan teknologi yang mendukung kegiatan di sektor hulu hingga hilir migas. Dari sektor hulu, teknologi analisa Fingerprint migas yang dikembangkan LEMIGAS diharapkan dapat menjadi solusi bagi permasalahan migas dan kami siap menjadi partner migas yang dapat dapat diandalkan”, ungkap Ariana Soemanto, Kepala LEMIGAS di Jakarta, (6/12).

Biological marker (biomarker) merupakan “molecular fossil” yang kompleks terdiri dari karbon, hidrogen dan elemen lainnya yang diturunkan dari suatu organisme hidup. (Peters and Moldowan, 1993). Selama proses evolusi, senyawa biomarker tidak mengalami perubahan struktur dari molekul organik induknya yang berasal dari organisme hidup, kecuali hanya sedikit (Eglinton and Murphy, 1969).

Dalam kegiatan eksplorasi migas, senyawa biomarker sering digunakan untuk melakukan studi korelasi antar dua minyak bumi atau minyak bumi dengan batuan induknya. Biomarker dapat diukur dalam minyak maupun batuan sedimen sehingga dapat memberikan informasi tentang senyawa organik yang ada dalam batuan induk, kondisi lingkungan saat terjadinya pengendapan, kematangan termal dari batuan atau minyak, tingkat biodegradasi, dan dapat juga dipergunakan untuk menentukan umur relatif batuan sumber, misalnya batuan sumber Pratersier atau Tersier.

Analisis sidikjari biomarker juga dapat digunakan untuk Studi geokimia forensik pencemaran minyak bumi di lingkungan dengan mengidentifikasi sidikjari biomarka sampel tumpahan minyak dan membandingkannya dengan sidikjari biomarka sampel minyak yang dianggap sebagai sumber pencemar. Beberapa contoh kasus analisis sidikjari biomarker untuk kasus pencemaran yang pernah dilakukan Lemigas, misalnya Kasus pencemaran minyak dari Sumur Montara di Laut Timor, pencemaran di Pulau Bintan, pencemaran di perairan Cilacap, pencemaran minyak di Kepulauan Seribu, dll.

Junita Trivianty, Koodinator Pengujian Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi, menuturkan teknologi Analisa Fingerprint yang ada di laboratorium Geokimia LEMIGAS di dukung dengan perlengkapan laboratorium berteknologi tinggi dan tenaga analis yang berkompeten. “Sehingga mampu memberikan hasil analisa yang akurat terhadap umur batuan sumber untuk dapat menentukan jejak minyak bumi,” ujar Junita. (RI)