JAKARTA – Sebanyak 11 badan usaha atau perusahaan dinyatakan bersalah karena tidak optimal menjalankan program perluasan biodiesel 20% atau B20. Pemerintah pun menjatuhkan sanksi berupa denda senilai total Rp360 miliar.

Djoko Siswanto, Direktur JenderalĀ  Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan 11 perusahaan yang sudah ditetapkan bersalah terdiri dari perusahaan penyalur Bahan Bakar Minyak (BBM) dan perusahaan penyalur Bahan Bakar Nabati (BBN). Namun sebagian besar yang dikenakan denda adalah para perusahaan penyalur BBN.

Surat pernyataan sanksi denda telah ditandatangani pada Jumat (14/12). Selanjutnya perusahaan dipersilahkan untuk menyajikan data untuk merespon sanksi tersebut.

“Respon kami kasih waktu satu minggu,” kata Djoko ditemui di Kementerian ESDM Jakarta, Senin (17/12).

Djoko tidak menyebutkan perusahaan mana saja yang mendapatkan sanksi dan diwajibkan membayar denda, namunĀ  salah satu perusahaan yang terkena denda adalah PT Pertamina (Persero).

“Ada 11 perusahaan, dua badan usaha BBM, sisanya badan usaha BBN. Dua perusahaan BBM, salah satunya Pertamina,” ungkap Djoko.

Dari 11 perusahaan tersebut, total nilai denda yang ditetapkan oleh pemerintah sekitar Rp 360 miliar. “Yang tidak delivery, Rp 360 miliar-an kalau tidak salah (jumlah dendanya),” kata dia.

Pemerintah berharap banyak terhadap optimalisasi dan perluasan pemanfaatan B20. Penyerapan biodiesel untuk sektor PSO dan nonPSO pada 2018 ditargetkan sebesar 3,92 juta kL dengan proyeksi penghematan sekitar US$2 miliar pada sisa empat bulan terakhir 2018.

Sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 Tahun 2018 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel dalam kerangka pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit, pemerintah menetapkan sanksi berupa denda Rp 6.000 per liter sesuai kewajiban dan pencabutan izin usaha pada badan usaha yang tidak menjalankan kewajiban.(RI)