JAKARTA – Komisi VII DPR yang membidangi sektor energi tanah air memastikan nuklir tidak akan menjadi pilihan terakhir dalam pemanfaatan sebagai pembangkit listrik. Hal itu akan dituangkan dalam Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (EBT) yang saat ini sedang digodok di DPR.

Sugeng Suparwoto, Ketua Komisi VII DPR, mengatakan keputusan ini mungkin mengagetkan banyak pihak, tapi para fraksi di Komisi VII sudah satu suara untuk bisa meningkatkan pemanfaatan nuklir sebagai EBT dan energi masa depan. Komisi VII mendorong masuknya nuklir sebagai alternatif energi terbarukan dengan syarat yang ketat, terutama dari sisi teknologi tingkat 4 yang sudah sedemikian maju. Syarat pertama tentu dari sisi keselamatan dan ketersediaan bahan bakar nuklir.

“Hari ini negara kita belum mampu memproduksi bahan bakar nuklir dan menyangkut persepsi nuklir dalam konteks keamanan regional,” ungkap Sugeng disela diskusi virtual, Senin (26/7).

Penguasaan teknologi nujklir yang aman dan ramah terhadap lingkungan adalah suatu keharusan yang tidak bisa ditawar. Menurut Suugeng beberapa waktu lalu nuklir menjadi pilihan terakhir, tapi tidak dengan kondisi dan perkembangan teknologi sekarang.

“Sekarang tidak lagi pilihan terakhir kalau memang feasible secara harga dan secara proses politik. Ini memang bisa mengagetkan,” kata Sugeng.

Menurut dia Komisi VII mendorong dibangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dengan kapasitas yang tidak terlalu besar dulu. “Kita sedang mendorong kapasitas 200 Megawatt (MW) dan sebagainya,” ujarnya.

Menurut Sugeng, dengan berbagai persoalan yang membelenggu energi fosil mulai dari emisi hingga produksi yang terus menurun untuk minyak membuat EBT tidak terelakan lagi untuk dimanfaatkan. Urgensi pemanfaatan EBT bukan tekanan dari internasional. Untuk minyak misalnya cadangan yang terbukti hanya 2,8 miliar barel, belum lagi lifting turun terus. 2021 mungkin hanya 680 ribu bph bisa dicapai. di saat krisis saja 2020 kita masih impor 94 juta barel. sehari kita konsumsi 1,4 juta sedangkan lifting dalam negeri hanya sekitar 750 ribuan bph. “jadi fosil khususnya minyak sudah jadi masalah. harus segera masuk ke clean and EBT,” tegas Sugeng.

Sugeng sebelumnya mengungkapkan draf RUU EBT sudah selesai di level komisi VII dan diserahkan ke Badan Legislatif (Baleg) untuk diharmonisasi terutama terkait struktur perundangan. Jadi substansi dari DPR sudah clear, setelah dinyatakan tuntas dibaleg maka kita serahkan ke pimpinan untuk diparipurnakan jadi konsep draf UU dari DPR, lalu akan diserahkan ke pemerintah dan pemerintah akan menjawab dalam bentuk surpres diserta dengan Daftar Inventaris Masalah (DIM) dan kementerian yang akan membahas, masuk tahap pembahasan.

“Insya Allah 2021 akhir ini kita harapkan tuntas karena penting sekali UU ini, memberikan kepastian hukum dan kepastian usaha. Karena ujung persoalan adalah keekonomian dan sebagainya,” kata Sugeng.(RI)