JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mendorong PT Chevron Pacific Indonesia untuk melakukan investasi di Blok Rokan sebelum kontraknya berakhir pada 2021.  Hal ini menjadi opsi, jika Chevron tidak kunjung mengizinkan Pertamina untuk memulai pengeboran saat masa transisi.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, mengatakan tidak menutup kemungkinan pemerintah akan memberikan kompensasi kepada Chevron jika mau berinvestasi melakukan pengeboran untuk menahan penurunan produksi. “Di akhir proyek kami mengkompensasi unrecovered cost sisa yang belum terkelola,” kata Dwi di Jakarta, Kamis (27/2).

Menurut Dwi, saat ini Chevron sedang mengkaji usulan pemerintah tersebut. “Kami sedang menunggu proposal dari Chevron,” tukasnya.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengatakan dalam masa transisi Pertamina kesulitan untuk masuk ke Rokan. Sebab, perusahaan migas pelat merah tersebut baru dapat berinvestasi saat alih kelola dengan Chevron pada Agustus 2021.

“Secara hukum kami memang baru akan mengelola pada Agustus 2021, konsesinya masih dimiliki Chevron saat ini,” ujar Nicke, beberapa waktu lalu.

Padahal selain pengeboran, Pertamina juga berencana untuk mulai mempersiapkan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) yang sebenarnya telah dikerjakan Chevron di Blok Rokan. Chevron telah melakukan uji coba teknologi tersebut dengan menginjeksi bahan kimia ke sumur minyak di Lapangan Minas. Hasilnya, terdapat potensi produksi minyak hingga 100 ribu barel per hari.

Dengan asumsi tersebut, pada 2024 produksi Blok Rokan seharusnya bisa meningkat dan mencapai 500 ribu barel per hari sesuai dengan proposal Pertamina kepada pemerintah.

Produksi Blok Rokan kini mencapai 207.000 bbl atau setara 26% produksi nasional. Blok Rokan juga diperkirakan memiliki cadangan 26 miliar bbl minyak. Selama bertahun-tahun Rokan menjadi salah satu penyumbang produksi siap jual (lifting) terbesar di Indonesia. Tercatat, sejak beroperasi 1971 hingga 31 Desember 2017, total Produksi di Blok Rokan mencapai 11,5 miliar barel minyak.

Pemerintah akhirnya mengambilalih pembahasan transisi Blok Rokan. Semula pemerintah memberikan kesempatan kepada para kontraktor, yakni PT Pertamina (Persero) dan Chevron untuk berdiskusi menemukan jalan agar investasi di Blok Rokan, terutama pengeboran tidak berhenti. Sayang, hingga kini belum juga menemukan titik temu.

Investasi lebih awal diperlukan di Blok Rokan, bukan hanya untuk menahan laju penurunan produksi alami yang diprediksi akan cukup besar pada tahun ini. Investasi juga diperlukan untuk menjaga kondisi reservoir yang ada di Blok Rokan agar decline rate tidak semakin besar. Jika tidak, nantinya pekerjaan Pertamina akan semakin sulit untuk menahan laju penurunan produksi setelah resmi menjadi operator pada Agustus 2021.

Tahun lalu saja, dengan ketiadaan kegiatan masif di Rokan realisasi lifting minyak turun jika dibanding 2018. Tahun lalu lifting minyak Rokan hanya 190 ribuan barel per hari, turun sekitar 10 ribu barel per hari dibanding 2018 yang masih sekitar 200 ribuan barel per hari.

Manajemen Chevron mengaku tidak ada rencana untuk melakukan pengeboran pada tahun ini melanjutkan rencana kerja tahun lalu. Itu berarti Chevron terakhir kali melakukan pengeboran pada 2018. Tahun ini perusahaan yang bermarkas di Amerika Serikat itu hanya berencana untuk melakukan beberapa kegiatan seperti work over atau kerja ulang sumur dan well service atau perawatan sumur.(RI)