JAKARTA – Pelaksanaan kegiatan produksi minyak lanjutan melalui mekanisme Enhanced Oil Recovery (EOR) di blok Rokan berpotensi molor menyusul persetujuan Rencana Pengembangan atau Plan of Development (PoD) EOR di Rokan yang tidak mencapai target.

Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), menyatakan SKK Migas semula menargetkan persetujuan PoD bisa diberikan oleh pemerintah pada akhir tahun ini. Namun realisasi yang terjadi pihak Pertamina Hulu Rokan (PHR) justru menyanggupi baru menyodorkan PoD pada desember mendatang.

“PoD kita targetkan approve tahun ini. Tapi PHR minta submit akhir tahun barangkali Januari (persetujuan),” kata Dwi dalam diskusi virtual, Rabu (10/11).

Menurut Dwi salah satu tantangan lain yang dihadapi PHR untuk menjalankan chemical EOR adalah ketersediaan pasokan bahan kimia yang dibutuhkan. PHR kata dia hingga kini belum mencapai kata sepakat dengan Chevron Oronite perihal pasokan bahan kimia yang selama ini dipasok ke blok Roka

“Strategi pelaksanaan kita lihat yang untuk suplai kimia sekarang dengan Oronite ini masih sedang dalam pembicaraan PHR dengan Oronite,” ujar Dwi.

SKK Migas kata Dwi juga tidak akan terpaku pada Oronite. Selagi negosiasi berlangsung SKK Migas juga menjajaki alternatif lain dengan mencari calon mitra lain yang bisa memasok kebutuhan bahan kimia EOR di Rokan, termasuk perusahaan dalam negeri.

“Kita siapkan skenario B apabila tidak ekonomis seandainya sama oronite kita harus cari mitra nasional yang bisa dukung. Kita dorong PHR agar bisa utilisasi kapasitas nasional untuk EOR di Rokan,” ungkap Dwi.

Sebelumnya Nicke Widyawati Direktur Utama Pertamina, menuturkan untuk menerapkan chemical EOR, Pertamina membutuhkan formula khusus yang sebenarnya sudah dimiliki Chevron kontraktor terdahulu Rokan melalui anak usahanya Chevron Oronite. “Dalam pelaksannaan EOR itu ada tahap prove of concept paling cepat perlu waktu 1,5 tahun perlu test lab, single well chemical treasure test ini yang mungkin sudah dilakukan oleh CPI dan kemudian intelektual property right-nya diberikan  ke anak usahanya Chevron yaitu Oronite,” ungkap Nicke.

Pertamina, kata Nicke, tidak mau berspekulasi dalam menentukan mitra EOR di Rokan. Konsep penetapan mitra baru nanti juga akan tegas jadi tidak akan ada transaksi jika hasilnya tidak bagus atau sesuai yang direncanakan. “Pakai performance based result pembayarannya bisa juga KSO, atau strategic alliance. Beberapa perusahaan merapat soal ini,” ujar Nicke.

Namun demikian meskipun telah mendapatkan mitra berikut dengan formulanya ternyata EOR tidak bisa langsung diterapkan begitu saja. Ada satu proses berikutnya yang membutuhkan waktu tidak sedikit. Chevron sendiri sudah masuk dalam tahap ini.

“Lalu misalnya berhasil, lalu masuk spend trial. Ini butuh 10 tahun. Chevron baru tahap itu. Kita bicara sama Oronite tapi kita bukan juga opsi sama perusahaan lain, yang berkopeten dan proven disitu,” ungkap Nicke.

Pertamina, kata dia, masih optimistis banyak pihak yang mau menjadi mitra di Rokan dan melaksanakan chemical EOR. Menurutnya, jika perusahaan yang memiliki kemampuan berminat maka kerja sama bisa terjalin karena cadangan minyak di Rokan diyakini masih besar.

“Makanya sekarang no secure no pay, berbagi resiko  pihak pihak yang punya kompeten pasti tidak ragu. Cadangan ini besar kok,” tegas Nicke. (RI)