JAKARTA – Aturan main baru dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap memang sudah diterbitkan oleh pemerintah yaitu Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Yang Terhubung Pada Jaringan Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum. Namun hingga kini pemerintah juga mengakui beleid tersebut belum bisa optimal berjalan.

Dadan Kusdiana, Direktur Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menjelaskan secara legalitas Permen tersebut memang sudah terbit, namun pelaksanaannya ternyata masih harus menunggu penerbitan Peraturan presiden (Perpres) tentang tarif pembelian tenaga listrik yang bersumber dari Energi Baru Terbarukan (EBT).

“Permen PLTS Atap minggu lalu terbit di publikasikan Kemenkumham ini benar secara formalitas proses diikuti dan terbit di dalam tahapannya. Pada saat proses permen ini ada perpres yang haruskan izin ke Presiden. Nah, Permen PLTS atap ini itu dispute,” kata Dadan, di sela-sela diskusi virtual, Senin (20/9).

Ditjen EBTKE sendiri telah melakukan koordinasi intensif dengan Sekretariat Kabinet. Dadan optimistis segera ada solusi agar aturan main PLTS Atap yang baru ini bisa segera diterapkan. “Terus terang saja saya sampaikan kami komunikasi dengan Setkab karena proses yang kita lakukan sudah formal sudah diikuti,” ujarnya.

Dadan menegaskan peminat PLTS Atap terus meningkat untuk itu aturan baru memang dibutuhkan. Beberapa pasar baru PLTS Atap terus tumbuh selain dari industri kini juga ada perguruan tinggi yang terang-terangan menunjukkan minat untuk membangun PLTS Atap.

“Peminat invetasi PLTS Atap kami baru dengar malah dalam minggu ini akan ada MoU kerjasmaa pengembangan PLTS atap beberapa perguruan tingg tertarik program ini kareena punya gedung-gedung yang dimanfatkan. Insya Allah akan sangat baik,” ungkap Dadan.

Ada tiga pertimbangan Kementerian ESDM merancang draf revisi aturan soal PLTS Atap. Pertama, demi mendorong pemanfaatan energi surya yang ramah lingkungan untuk pembangkitan tenaga listrik menggunakan sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap yang digunakan untuk kepentingan sendiri, perlu dilakukan peningkatan mutu pelayanan pembangunan dan pemasangan sistem PLTS Atap.

Kedua, Permen ESDM No 49 Tahun 2108 tentang Penggunaan PLTS Atap oleh konsumen PT PLN (Persero) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Permen ESDM No 16 tahun 2019, sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu diganti.

Ketiga, berdasarkan pertimbangan tersebut, kementerian perlu menetapkan Permen ESDM tentang Penggunaan Sistem PLTS Atap yang terhubung pada jaringan tenaga listrik pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.

Salah satu bagian penting serta jadi pro kontra dalam penerapan Permen ESDM No 26 Tahun 2021 adalah terkait ekspor listrik yang dihasilkan PLTS Atap.

Dalam draf Permen yang diterima Dunia Energi dalam pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa energi listrik pelanggan PLTS Atap yang diekspor, dihitung berdasarkan nilai kWh ekspor yang tercatat pada meter kWh ekspor impor dikali 100%.

Pasal 6 ayat (2) menyatakan perhitungan energi listrik pelanggan PLTS Atap sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaukan setiap bulan berdasarkan selisih antara nilai kWh impor dengan nilai kWh ekspor.

Pasal 6 ayat (3) dalam hal jumlah energi listrik yang diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih besar dari jumlah energi listrik yang diimpor pada bulan berjalan, selisih lebih akan diakumulasikan dan diperhitungkan sebagai pengurang tagihan untuk listrik bulan berikutnya.

Pasal 6 ayat (4) perhitungan selisih lebih sebagai pengurang tagihan listrik bulanberikutnya sebagaimana dimaksud ayat (3) berlaku selama enam bulan dan dilaksanakan pada periode: Januari sampai Juni dan dinihilkan pada Juli tahun berjalan. Juli sampai Desember dinihilkan pada bulan Januari tahun berikutnya.(RI)