JAKARTA – Socar, perusahan minyak dan gas asal Azerbaijan, menyatakan berminat untuk menjadi mitra PT Pertamina (Persero) untuk menggarap proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) kilang Balikpapan.

Gigih Prakoso, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina, mengatakan diskusi formal telah dilakukan tim dari Pertamina maupun Socar terkait kilang Balikpapan, hanya proposal resmi belum diterima.

“Socar dari Azerbaijan itu kemarin baru diskusi saja,” kata Gigih kepada Dunia Energi, Kamis (28/6).

Menurut Gigih, meskipun tengah mencari mitra atau partner, proses pengembangan kilang Balikpapan tetep berlanjut dan tidak dihentikan. Proses seleksi kontraktor Engineer Procurement and Construction (EPC) masih berjalan.

“Masih, kami targetkan sesuai. EPC proses itu sudah mulai sih ya, finalisasi mungkin Oktober-November,” ungkap dia.

Gigih mengatakan proses awal revitalisasi kilang Balikpapan yang sebelumnya direncanakan bersama JX Nippon, namun perusahaan asal Jepang itu kemudian memutuskan tidak melanjutkan kerja sama dengan Pertamina.

“Awal sebenarnya sama JX Nippon, namun JX mengundurkan diri. Kami kan enggak bisa mundur, ya sudah jalan lagi. Tapi kami masih terbuka (partner),” ungkap dia.

Jika sudah mendapatkan partner, Pertamina tetap akan menjadi pemilik saham mayoritas. Skema partnership dalam pengembangan kilang eksisting dengan kilang baru berbeda. Di kilang baru Pertamina berpeluang untuk memiliki saham lebih sedikit dibanding mitra. Ini dibuktikan dengan pembagian saham pembangunan kilang di Bontang yang berpartner dengan konsorsium perusahaan asal Oman,  Overseas Oil and Gas LLC (OOG) dan perusahaan trading Cosmo Oil International Pte Ltd (COI) yang merupakan trading arm Cosmo Energy Group, perusahaan pengolahan minyak Jepang.

Di kilang Bontang porsi saham Pertamina hanya sebesar 10%. Sisanya 90% dimiliki partner.

“Bontang kan berbeda skemanya. Bontang yang kami undang adalah investor dan juga operator yang mau mengerjakan semua, kami hanya mau ambil sedikit saja. Di kilang eksisting, kami harus di 51% at least,” ungkap Gigih.

Meski menerima beberapa pernyataan minat, proses penyelesaian kerja sama dengan partner tidak berjalan dengan cepat karena banyak yang harus dipertimbangkan. Beberapa kriteria utama harus bisa dipenuhi, untuk memastikan kelanjutan operasional kilang di masa depan.

“Pertama dia harus punya pengalaman membangun kilang dan juga kemampuan resource, baik engineer maupun gridnya. Serta kalau dia punya market, juga bagus,” tandas Gigih.(RI)