JAKARTA– PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero) sekaligus kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di bawah pengawasan SKK Migas, mencatatkan peningkatan produksi minyak dalam tiga tahun berturut dari 2017 hingga 2019. Produksi gas perseroan dalam tren positif, hanya pada 2019 turun karena pembeli (buyer) tidak menyerap gas yang diproduksikan oleh perusahaan.
Atas kinerja yang positif tersebut, SKK Migas memberikan apresiasi kepada manajemen Pertamina EP. Di saat harga minyak mentagh global cenderung turun, Pertamina EP berhasil meningkatkan produksi.
Julius Wiratno, Deputi Operasi SKK Migas, mengatakan selama tiga tahun terakhir SKK Migas memberikan tantangan sekaligus juga memberikan dukungan penuh (fully supported) kepada perusahaan. Menurut Julius, manajemen Pertamina EP berani menaikkan target-target produksi dari apa yang direncanakan. “Hasilnya memang produksi inclined dari tahun sebelumnya,” ujar Julius.
Menurut data yang diperoleh Dunia Energi, produksi minyak Pertamina EP di masa kepemimpinan Presiden Direktur Nanang Abdul Manaf pada 2017-2019 sejatinya terus meningkat. Pada 2017 produksi mencapai 77.154 barel per hari (BOPD), naik lagi jadi 79.445 BOPD pada 2018, dan pada 2019 menjadi 82.213 BOPD. Sedangkan produksi gas tercatat 1.018 BOPD pada 2017, naik dibandingkan 2016 yang tercatat 989 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), kemudian 1.017 MMSCFD pada 2019, dan 959 MMSCFD pada 2019.
Pertamina EP Asset 5, unit bisnis Pertamina EP yang melakukan aktivitas operasi di Pulau Kalimantan mencatatkan produksi tertinggi pada 2019, yaitu 17.816 BOPD, disusul Pertamina EP Asset 2 yang mengebor isi perut bumi di Sumatera Bagian Selatan sebanyak 17.780 BOPD dan Pertamina EP Asset 4 yang memiliki wilayah operasi di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, dan Papua sebesar 15.500 BOPD. Selanjutnya Pertamina EP Asset 1 di Sumatera Bagian Utara sebesar 13.880 BOPD, dan terakhir Pertamina EP Asset 1 di wilayah operasi Jawa Barat sebesar 13.074 BOPD. Belum pula dari Business Partnership sebesar 4.100 BOPD.
Sementara itu, realisasi produksi gas tertinggi pada 2019 adalah Pertamina EP Asset 2 sebesar 396,4 MMSCFD, Pertamina EP Asset 3 sebesar 262 MMSCFD, Pertamina EP Asset 4 sebear 171,7 MMSCFD, Pertamina EP Asset 1 sebesar 97, 35 MMSCFD dan Pertamina EP Asset 5 sebesar 15,79 MMSCFD serta Business Partnership 8,80 MMSCFD.
Julius mendorong PEP untuk berusaha menurunkan angka natural declined yang memang alami dengan cara mengidentifikasi tambahan-tambahan sumur-sumur pengembangan dan dibor tepat waktu dan memperhatikan keselamatan kerja. SKK Migas juga berperan dalam persetujuan rencana kerja dan anggaran (Work Plan & Budget/WP&B).
“Saat saya menjadi koordinator pembahasan WP&B menjalankan tupoksi sebagai kepala divisi program kerja, terlibat langsung dalam pembahasan teknis dan ekonomis setiap program kerja dan mendorong lebih agresif. Dengan KKKS PEP kita bantu dan dorong untuk identifikasi kandidat-kandidat sumur pengembangan untuk bisa dibor dan meningkatkan produksi langsung,” ujarnya.
Julius mendorong Pertamina EP dan KKKS lain lebih agresif dan fasilitasi serta akselerasi pelaksanaan realisasi program kerja khususnya sumur pengembangan. Pada 2017, total sumur pengembangan Pertamina EP mencapai 58 sumur, naik lagi pada 2018 menjadi 92 sumur dan pada 2019 menjadi 106 sumur. Sementara itu, sumur work over tercatat 194 pada 2017, 175 pada 2018, dan 215 pada 2019.
Julius menilai, kendala operasi Pertamina EP itu karena aset dan wilayah kerja (working area) yang scaterred dari Barat sampai Timur wilayah Indonesia jadi cukup kompleks. Belum lagi fasilitas produksi yang sudah tua (aging) sehingga perlu perawatan (maintenance efforts) yang membutuhkan biaya juga.
“Manajemen PEP harus lebih berani melakukan/implementasi advanced technology untuk menaikkan produksi dan melakukan usaha-usaha debottlenecking serta melakukan preventive dan predictive maintenance yang baik,” ujarnya.
Menurut Julius, ke depan Pertamina EP lebih berani mengambil risiko dengan implementasi teknologi yang memang sudah available di market, berani lebih gigih untuk inovasi, dan improvisasi operasional agar lebih efisien. Tentu saja juga harus berani ambil risiko untuk melakukan eksplorasi yang masif. Untuk beberapa lapangan tua (existing) mungkin bisa dikerjasamakan dengan kontraktor tehcnology provider. “Semoga Pertamina EP semakin maju dan jaya karena saya lihat komitmen yang tinggi dari leadership team PEP,” ujarnya.
Djoko Siswanto, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, menilai Pertamina harus terus berupaya meningkatkan produksi minyak dengan caranya sendiri. Alangkah baiknya semua saran dan masukan dari seluruh pemangku kepntingan untuk meningkatkan produksi minyak juga dipertimbangkan untuk dilaksanakan.
“Tiga tahun terakhir ini produksi Pertamina EP naik dari tahun ke tahun. Dari segi biaya saya melihat sebenarnya masih ada yang bisa dihemat sehingga profitnya bisa lebih besar,” ujarnya.
Djoko juga sependapat dengan Julius agar Pertamina EP menggunakan teknologi mutakhir untuk mengebor minyak karena cara tradisional lama lama akan habis. Pertamina EP harus menjalankan Enhanced Oil Recovery (EOR) dengan injeksi bahan kimia, fracturing reservoar, dan reaktivasi sumur-sumur tua. (RI)
Komentar Terbaru