JAKARTA – Skema build, operate, own, transfer (BOOT) atau penyerahan aset kepada pemerintah diusulkan untuk tidak lagi dimasukkan dalam regulasi tertinggi, yakni Undang Undang Energi Baru Terbarukan (EBT). Pasalnya, skema BOOT disinyalir menjadi salah satu penghambat pengembangan EBT.

Irine Handika, Koordinator Bidang Hukum Kebijakan Energi Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada, mengungkapkan skema BOOT yang diusung pemerintah sejak 2017 lalu merupakan skema yang diterjemahkan secara kebablasan jika memang pemerintah mendorong perannya dalam pengembangan EBT. Hak menguasai negara dalam pengelolaan energi seharusnya diimplementasikan dengan tepat.

“Hak menguasai negara sejauh apa, diatur sumber daya energi saja seperti UU eksisting. Sumber daya energi saja yang diatur atau energinya juga? Penguasaan apakah juga mencakup aset? Karena itu skema BOOT off side Pak Menteri (ESDM),” kata Irine dalam rapat dengar pendapat umum pembahasan RUU EBT di Komisi VII DPR, Senin (28/1).

Saat ini pembentukan Undang-Undang EBT dalam tahap penyusunan rancangan.

Menurut Irene, keberadaan skema BOOT adalah konsekuensi dari ketiadaan regulasi inti yang mengatur tentang EBT. Karena itu, rencana pembentukan UU khusus EBT menjadi salah satu jalan keluar untuk mengisi kekosongan fondasi dalam penataan regulasi EBT.

“Ini peluang DPR untuk membuat aturan UU EBT, tidak ada lagi permen-permen yang jauh melampaui UU yang hierarkinya lebih tinggi,” kata.

Permen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 50 Tahun 2017  dinilai tidak kondusif untuk investasi di sektor pembangkit listrik energi baru dan terbarukan. Pasalnya, dengan skema tersebut, aset pembangkit listrik milik perusahaan pengembang swasta akan menjadi milik PT PLN (Persero) setelah kontrak jual beli listrik berakhir.

Kemudian, masa kontrak juga telah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No 10/2017 yang menyebutkan bahwa maksimum masa kontrak berlaku 30 tahun setelah proyek beroperasi secara komersial.

Menurut Irine, perlu ada kejelasan UU EBT nantinya dengan adanya keberadaan UU energi lain, seperti minyak dan gas ataupun mineral dan batu bara agar tidak saling bersinggungan.

UU EBT juga bisa menjadi jalan masuk baru bagi pemberian insentif guna mempercepat pengembangan EBT.

Menurut Irene, Presiden Joko Widodo sudah banyak memberikan tax breaks. Dan UU memang seharus menyiapkan insentif, salah satunya berupa pembebasan PPh 10 tahun.

“Ini terlalu rinci sayangnya. Inti-intinya saja, pengurangan PPh atau PPN, dan bea masuk. Nanti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang turunkan. Jadi tidak tumpang tindih dengan permen lain,” tandas Irine.(RI)