JAKARTA – Sembilan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) telah sepakat menjual minyak mentah bagiannya ke PT Pertamina (Persero)

Kesepakatan meliputi harga dan volume minyak yang akan dibeli Pertamina.

“Ada sembilan (kontraktor), sudah kontrak. Pokoknya sudah deal. Dijual ke dia (Pertamina),” kata Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Kementerian ESDM, Selasa malam (13/11).

Selain itu, pemerintah juga tidak membatasi penggunaan mata uang asing dalam transaksi jual beli minyak kali ini. Padahal awalnya penjualan minyak bagian KKKS akan menggunakan rupiah agar melindungi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

“Dolar kan, mau pakai rupiah silahkan tidak dibatasi. Tanya Pertamina soal detail, intinya yang sembilan (kontraktor) sudah deal,” kata Djoko.

Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri mengamanatkan kontraktor untuk memprioritaskan Pertamina dan badan usaha dalam negeri sebagai konsumen minyak utamanya.

Dalam beleid juga disebutkan bahwa Pertamina dan badan usaha‎ pemegang izin usaha pengelolaan minyak bumi, wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri, sebelum merencanakan impor minyak bumi.

Namun Djoko mengaku masih ada permasalahan yang membelit, terutama terkait negoisasi yang melibatkan jual beli volume minyak dalam jumlah sangat besar.

“Kayak Chevron masih ada masalah pajak. Di surat Bu Nicke (Dirut Pertamina), khusus Chevron masih ada diskusi, salah satunya soal pajak,” ungkap Djoko.

Adiatma Sardjito, Vice President Corporate Communication Pertamina, saat dikonfirmasi, mengakui sudah ada kesepakatan yang tercapai antara Pertamina dengan kontraktor migas. Hanya pada tahap awal volumenya tidak terlalu besar.

Total volume penjualan minyak yang disepakati sebesar 3,619 juta barel minyak. Kesepakatan itu pun sebagian besar diperuntukan untuk pembelian minyak Pertamina pada 2019.

“Kami masih menunggu. Ada yang sudah deal, ada juga yang masih tahap pembahasan karena terkait sama aturan yang berlaku di Indonesia, misalnya pajak dan sebagainya,” tandas Adiatma.(RI)