JAKARTA – PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) siap menyambut pengembangan proyek Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang cerah. Potensi bisnis ini besar, karena Indonesia memiliki sumber daya melimpah.
 
Berdasarkan data Kementerian ESDM, potensi panas bumi di Tanah Air mencapai 23,7 GW. Dengan kapasitas pembangkit listrik panas bumi (PLTP) sebesar 2.276 MW, pemanfaatan panas bumi di Indonesia juga menempati posisi kedua setelah Amerika Serikat (AS).
 
Eddy Soeparno, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), optimistis unit usaha PT Pertamina ini bisa besar di industri panas bumi.
 
“Saya kira prospek bisnis yang dimiliki PGE cukup baik meskipun high risk dan high capital, tapi prospek bisnis EBT ke depan tinggi dan minat investor tinggi. Jadi prospeknya cerah ke depan,” katanya, Jumat (17/3).
 
Eddy Soeparno mengakui, proyek PLTP yang digarap PGE memang butuh modal besar. Total investasi yang disiapkan perusahaan sebesar USD 1,6 miliar dalam lima tahun ke depan atau hingga 2027. Nilai ini setara Rp 24,2 triliun (kurs Rp 15.133 per dolar AS).
 
Karenanya keputusan perusahaan melantai di bursa saham alias Initial Public Offering (IPO) belum lama ini, kata dia, jadi keputusan yang tepat. Sebab emiten berkode PGEO ini meraup dana jumbo sekitar Rp 9 triliun pada Februari 2023.
 
“Dengan IPO ini, sebagian besar untuk modal awal proyek, bisa dilaksanakan. Tinggal bagaimana PGE dan mitra bisa menjalankannya, baik [mitra] nasional atau swasta asing. Melihat tingginya minat EBT, saya kira PGE enggak akan kesulitan dapat partner, sehingga bank akan tertarik membiayai proyek PGE ke depannya,” ujar Eddy Soeparno.
 
Fundamental Keuangan Kuat
 
Sementara itu Muhammad Baron, Corporate Secretary PGE, menjelaskan sebagai salah satu pengembang energi panas bumi terbesar di dunia, PPGE telah memiliki pengalaman puluhan tahun berambisi untuk meningkatkan kapasitas listrik sebanyak 600 MW dalam 5 tahun ke depan.
 
Dana yang diperoleh dari IPO dialokasikan untuk pengembangan usaha sebesar 85 persen dan sekitar 15 persen akan digunakan untuk pembayaran sebagian utang. Karena itu, menurutnya, fundamental keuangan perusahaan kuat buat menjalankan proyek pengembangan listrik EBT.
 
“Pendanaan dari pasar modal melalui IPO diharapkan dapat mendukung percepatan pengembangan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi,” kata Muhammad Baron.

Salah satu yang telah dilakukan adalah rencana penambahan kapasitas terpasang panas bumi sebesar 55 MW di salah satu area operasi PGE di Lumut Balai, Sumatera Selatan, yang ditarget dapat selesai di tahun 2024.
 
Per September 2022, PGEO memiliki nilai kas dan setara kas sebesar US$230 Juta yang bertambah sekitar US$105 juta dari saldo kas per 31 Des 2021. Hal ini menunjukkan PGEO mampu mengelola kas secara baik yang utamanya didapat dari penjualan uap dan listrik ke PLN.
 
Kontrak penjualan uap dan listrik PGEO merupakan kontrak yang bersifat jangka panjang dan selalu terbayarkan secara tepat waktu. “Dengan tambahan dana segar IPO, PGEO masih memiliki arus kas yang cukup kuat dan mampu mengatasi kewajiban bayar utang secara tepat waktu,” ujar Baron.(RA)