NANANG Abdul Manaf (56 tahun) baru saja mengakhiri tugas sebagai Direktur Utama PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero) sekaligus kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di bawah pengawasan SKK Migas. Per Jumat (22/5), jebolan Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung itu tak lagi bertugas di Menara Standard Chartered di bilangan Semanggi, Jakarta Selatan.

Selama tiga tahun, resminya sejak 23 Mei 2017, Nanang memimpin Pertamina (EP) menggantikan Rony Gunawan, alumni Bimbingan Profesi Sarjana Teknik (BPST) 1 Pertamina tahun 1989. Ketua Umum Ikatan Alumni Teknik Geologi (GEA) ITB itu sejatinya menjadi orang nomor satu di PEP pada Januari 2017. Namun, Nanang saat itu dalam status pelaksana tugas dirut. Pasalnya, Rony Gunawan (almarhum) dimutasi jadi Senior Vice President Health, Safety, Security Environment (SVP HSSE) Pertamina (Persero).

Perlu waktu lebih dari empat bulan bagi Nanang yang bekerja di Pertamina sejak 1991 itu untuk ditabalkan secara resmi sebagai orang nomor satu di PEP. Dia mesti mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon dirut yang diadakan oleh Pertamina (Persero). Selain wawancara terkait visi dan misi oleh beberapa anggota direksi Persero, Nanang pun ikut tes lain, di antaranya tes psikologi, oleh lembaga independen.

Salah satu pesaing terberat Nanang jadi calon dirut PEP adalah Herutama Trikoranto. Herutama jebolan BPST 2 Pertamina tahun 1990 seangkatan dengan Dirut PT Pertamina EP Cepu (PEPC) Jamsaton Nababan, Dirut PT Pertamina International EP (PIEP) Deni S Tampubolon, dan Dirut PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) Bambang Manumayoso. Herutama juga satu kolega BPST 2 bersama mantan Dirut PT Pertamina Gas Hendrajaya, mantan juru bicara SKK Migas Elan Biantoro, dan mantan GM Pertamina Hulu Energi Jambi Merang Indra Sahab.

Nanang dan Herutama pernah kerja bareng jadi anggota dewan direksi (BOD) PEP. Pada 2015-2017, Nanang menjabat Direktur Eksplorasi dan Penemuan Cadangan Baru dan Herutama sebagai Direktur Pengembangan. Mempertimbangkan kepemimpinan Nanang saat menjadi pelaksana tugas cukup moncer ditopang oleh rekam jejak selama berkarier di sektor hulu Pertamina sangat memesona, direksi Pertamina (Persero) dengan mudah mengesahkan dan menetapkan kelahiran Bandung, 6 Februari 1964 itu sebagai dirut PEP.

Banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan Nanang dan jajaran direksi PEP saat itu. Pada periode awal kepemimpinannya, Nanang ditemani empat direktur, yaitu John H Simamora (Direktur Pengembangan) menggantikan Herutama, Chalid Said Salim (Direktur Operasi dan Produksi) menggantikan Pribadi Mahagunabangsa, dan A Alfian Husain (Direktur Eksplorasi dan Penemuan Cadangan Baru) menggantikan Nanang. Sedangkan Direktur Keuangan dan Pendukung Bisnis tetap, Narendra Widjajanto yang kini menjabat SVP di Pertamina (Persero). Nanang pun melakukan konsolidasi. “Kami waktu itu sepakat bagaimana caranya PEP bangkit lagi. Moral pekerja kami angkat untuk bekerja lebih keras bersama-sama,” ujar Nanang dalam sebuah kesempatan wawancara dengan Dunia-Energi.

Tugas besar Nanang dan direksi serta manajemen PEP saat itu adalah mendongkrak produksi minyak perusahaan. Apalagi, tren produksi PEP dari 2012 ke 2017 turun. Sebelum 2012, produksi minyak PEP pernah mencapai 127.000 barel per hari (BOPD), tapi terus turun. Namun, Nanang bisa mulai membangkitkan lagi produksi minyak dan gas perusahaan yang di masa dua dirut sebelumnya, yaitu Andriansyah (jebolan BPST 1 Pertamina tahun 1989)—pengganti dirut lama PEP Syamsu Alam yang promosi jadi SVP Eksplorasi Direktorat Hulu Pertamina (Persero)—dan Rony Gunawan, mengalami penurunan signifikan.

Saat itu Nanang memunculkan ide membentuk leaders forum. Para General Manager Asset dari 1-5 dan Vice President (VP) PEP dikumpulkan untuk merumuskan tantangan yang dihadapi perusahaan. Apalagi ekspektasi pemangku kepentingan, terutama pemegang saham, sangat tinggi sehingga Nanang dan tim kudu melakukan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya. “Apa yang harus kami improve, kami evaluasi, dan membuat strategi demi mendapatkan kepercayaan diri,” katanya ketika itu.

Perlahan namun pasti, Nanang– ditopang oleh kerja sama tim dan pekerja di semua lini yang sangat keren– produksi PEP pun mulai meningkat. Sepanjang 2017-2019, PEP menunjukkan peningkatan produksi. Pada 2017, produksi minyak mencapai 77.154 barel per hari (BOPD), naik lagi menjadi 79.445 BOPD pada 2018, dan 2019 menjadi 82.213 BOPD. Sedangkan produksi gas tercatat 1.018 BOPD pada 2017, sebesar 1.017 MMSCFD pada 2018, dan 959 MMSCFD pada 2019.

Kenaikan produksi minyak perusahaan, berpengaruh juga terhadap kinerja finansial. Selama 2017-2019, PEP membukukan total pendapatan sebesar US$ 8.934 juta. Ini terdiri atas pendapatan tahun 2017 sebesar US$ 2.770 juta, tahun 2018 sebesar US$ 3.161 juta, dan 2019 sebesar US$ 3.003 juta. Dengan asumsi rata-rata kurs rupiah PEP terhadap dolar AS sebesar Rp13.925 dalam tiga tahun terakhir, total pendapatan perusahaan selama tiga tahun adalah Rp123,93 triliun.

Masih di masa kepemimpinan Nanang. Kontribusi laba bersih (net income) PEP ke induk usaha juga cukup besar, yaitu total US$ 2.028 juta atau sekitar Rp 28,24 triliun sepanjang tiga tahun terakhir. Raihan laba bersih PEP tersebut berasal dari perolehan laba bersih tahun 2017 sebesar US$ 615 juta, tahun 2018 senilai US$ 756 juta, dan 2019 yang mencapai US$ 657 juta.

Apa kiat Nanang bisa meningkatkan produksi?

Dalam sebuah wawancara dengan Dunia-Energi pada April 2019, Nanang mengungkapkan optimalisasi produksi dari lapangan eksisting. Penurunan alamiah (natural decline) lapangan minyak PEP yang mayoritas sudah berusia uzur (mature) dicoba untuk ditahan. Caranya dengan meningkatkan keandalan sumur.

“Kita tahu sumur-sumur yang kami kelola itu sudah dibangun puluhan tahun lalu. Kadang-kadang ada kebocoran pipa, ada masalah di power, termasuk pencurian, kemudian mungkin ada masalah dengan pompa dan separator peralatan. Kita jaga reliabilitas kita sampai bisa katakanlah 90%. Tetap kita tak bisa hindari yang namanya unplanned shutdown, tapi kita minimalkan,” katanya.

Tak hanya kegiatan operasi dan produksi serta finansial, komitmen PEP yang tinggi dalam mewujudkan program pemberdayaan masyarakat juga berbuah hasil. Di bawah kepemimpinan Nanang, PEP  menjadi satu-satunya perusahaan yang memperoleh empat PROPER Emas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dua tahun berturut pula. Pada 2018, PEP meraih empat PROPER Emas melalui empat unit bisnis, yaitu PEP Asset 1 Rantau Field, PEP Asset 3 Subang dan Tambun Field, dan PEP Asset 5 Tarakan Field. Pada 2019, empat PROPER Emas diraih oleh unit bisnis yang sama, kecuali PEP Asset 5 Tarakan Field yang digantikan oleh PEP Asset 1 Jambi Field.

Peningkatan kinerja PEP pada 2017-2019 tak lepas dari sosok Nanang yang ramah dan rendah hati. Dia bukan tipe pemimpin yang otoriter. Dalam sejumlah kesempatan bertemu pekerja PEP di lapangan, Nanang bahkan terkesan sebagai orang tua yang menerima masukan dan keluhan dari anak (pekerja). Dia memberikan apresiasi bagi anak buah yang kinerjanya bagus, bahkan tak jarang untuk mempromosikannya sesuai mekanisme yang berlaku di perusahaan. Para pekerja di lapangan (field) yang jadi ujung tombak perusahaan pun tak sungkan kepada yang bersangkutan. Dialog dalam kegiatan peninjauan di lapangan pun sangat cair.

Dengan gaya kepemimpinan yang khas, pendekatan bottom up, ditopang loyalitas dan kinerjanya yang moncer selama bekerja di Pertamina, pemegang saham Pertamina (Persero) sangat patut untuk mempertimbangkan figur Nanang sebagai calon direktur Pertamina. Hampir 30 tahun pengabdiannya di Pertamina, dari lapangan di tengah hutan, memimpin kegiatan operasi di padang pasir di Libya, menjadi VP di Persero hingga didapuk jadi BOD di PEP. Dua pos yang tepat untuk Nanang di Pertamina (Persero) adalah Direktur Hulu atau Direktur Perencanaan Investasi Manajemen Risiko (PIMR).

Sangat disayangkan bila figur yang potensial ini tidak diakomodasi oleh pemegang saham Pertamina untuk ditempatkan di pos strategis demi meningkatkan kinerja perusahaan di tengah tantangan industri migas yang sangat berat pada tahun-tahun mendatang. Wallahuallam bissawab.(DRR)