JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara pada awal Maret 2020. Permen tersebut diklaim diterbitkan guna menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, meningkatkan efektivitas, dan efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan, penyederhanaan birokrasi dan perizinan, serta mendorong pengembangan pengusahaan pertambangan mineral dan batu bara.

“Pasal 33 UUD 1945 mengatur bahwa penguasaan sumber daya alam, dalam hal ini minerba harus dikuasai negara, melalui penguasaan oleh BUMN/BUMD. Ini dipertegas oleh Mahkamah Konstitusi. Celakanya dalam Permen ESDM 7/2020 hak BUMN/BUMD justru dirampas Menteri ESDM dengan memberikan kepada perusahaan swasta,” kata Ahmad Redi, Anggota Koalisi Masyarakat Peduli Minerba (KMPM) sekaligus Pakar Hukum Sumber Daya Alam Universitas Tarumanegara, kepada Dunia Energi, Kamis (2/4).

Redi mengatakan Permen ESDM 7/2020 mendegradasi kedaulatan negara. Secara formil, permen tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) yang melaksanakan UUD 1945.

“Faktanya sampai saat ini, UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 masih berlaku. Namun, beberapa ketentuan yang tertuang dalam Permen 7/2020 jelas sangat bertentangan dengan dengan UU Minerba,” ungkap Redi.

Redi mengatakan, Menteri ESDM harus menghindari kebijakan yang ditujukan untuk segelintir pengusaha tanpa berpijak pada kepentingan jangka panjang sesuai konstitusi.
Dia menambahkan, untuk mencapai efisiensi dan optimalisasi pendapatan pengelolaan sumber daya alam maka perlu diserahkan kepada BUMN dan BUMD. Bukan kepada kontraktor PKP2B eksisting.

Menurut Redi, tanpa persetujuan DPR maka Presiden sekalipun tidak berwenang merubah Undang – Undang (UU). KMPM beranggotakan Sony Keraf (Ketua Panja RUU Minerba 2005-2009), Simon Sembiring (Mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM), Ryad Chairil, Ahmad Redi, Budi Santoso, Marwan Batubara, Bisman Bahktiar, Lukman Malanuang, Emil Milawarma, Djowamen Purba, dan Yusri Usman.

“Seharusnya, yang mendesak dilakukan adalah membuat aturan yang bisa menjerat praktek-praktek transfer pricing, transfer cost dan transfer denda yang disinyalir masih dilakukan perusahaan tambang dan sangat merugikan negara dari sisi pajak dan royalti. Permen 7/2020 harus segera dicabut,” tandas Redi.(RA)