JAKARTA – Hilirisasi dinilai akan memberikan dampak terhadap perekonomian nasional dengan berkurangnya impor terhadap produk yang dihasilkan, seperti LPG dan naphtha. Serta memproduksi pupuk urea dengan ongkos produksi yang diharapkan lebih efisien.

“Kami ingin menciptakan nilai tambah, mentransformasi batu bara menjadi ke arah hilir dengan teknologi gasifikasi,  menciptakan produk akhir yang memiliki kesempatan nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan sekadar produk batu bara. Dengan demikian, hal ini diharapkan akan semakin menguntungkan perusahaan,” ujar Arviyan Arifin, Direktur Utama Bukit Asam, Senin (4/3).

Proyek hilirisasi batu bara dengan teknologi gasifikasi diharapkan akan mampu menghasilkan 500 ribu ton urea per tahun, 400 ribu ton DME per tahun dan 450 ribu ton polypropylene per tahun. Sementara  untuk menghasilkan produk-produk tersebut dibutuhkan batu bara sebagai bahan baku utama sebesar 7 juta ton per tahun.

Menurut Arviyan, dengan jumlah sumber daya batu bara yang dimiliki Bukit Asam sebesar 8 milIar ton, proyek hilirisasi menjadi suatu keharusan dan keniscayaan yang harus dijalankan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi dari cadangan yang ada.

“Dengan adanya industri ini kami harapkan keberadaan tambang ini akan terus ada 100 tahun kedepan,” kata Arviyan dalam keterangan tertulisnya.

Proyek hilirisasi batu bara dicanangkan  di Bukit Asam Coal Based Special Economic Zone (BACBSEZ), Tanjung Enim, pada Minggu (3/2).

Pencanangan industri hilirisasi batu bara merupakan tindak lanjut dari Head of Agreement (HoA) hilirisasi batu bara yang telah ditandatangani oleh empat perusahaan, yaitu PT Bukit  Asam, PT Pupuk Indonesia (Persero), PT Pertamina (Persero) dan PT Chandra Asri Petrochemical.(RA)