JAKARTA – Pemerintah menjanjikan penurunan harga gas bagi industri dan pembangkit listrik tidak akan berdampak ke Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan produsen migas, namun dalam implementasinya tidak semudah itu bisa dijalankan. Arus kas produsen migas ternyata ikut terpengaruh dengan adanya kebijakan pemerintah yang memangkas bagiannya di hulu. Pasalnya penggantian selisih harga gas rencananya dilakukan setiap tiga bulan.

Jamsaton Nababan, Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu, mengatakan terkait penggantian selisih harga gas, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) akan memprosesnya selama tiga bulan. Mekanisme tersebut tidak bisa dilaksanakan oleh semua (KKKS).

“Ini bisa tidak sama untuk setiap KKKS, apakah bisa acceptable atau tidak, karena ini menyangkut cash flow KKKS. Artinya, selama tiga bulan, KKKS akan menanggung selisih harga dan ini akan mengganggu cash flow,” kata Jamsaton dalam diskusi virtual, akhir pekan lalu.

Kebijakan harga gas adalah dilakukan dengan adanya target penurunan harga di hulu yang US$4- US$4,5 per MMBTU, biaya penyaluran midstream dan downstream targetnya harus turun US$1,5- US$2 per MMBTU sehingga dipastikan harga US$6 MMBTU.

SKK Migas sebelumnya telah melakukan sosialisasi dengan KKKS guna menampung masukan KKKS dalam dasar pembuatan petunjuk teknis (Juknis) SKK Migas. Selain itu, SKK Migas juga telah menerbitkan Surat Instruksi Pelaksanaan dan Template Letter of Agreement (LoA).

Kini SKK Migas tinggal merampungkan Side Letter Agreement PSC, amendemen Seller Appointment Agreement (SAA) dan penyusunan Juknis penurunan harga gas tersebut. Penyelesaian dokumen tersebut dilakukan secara parallel dan tidak berdampak terhadap implementasi penurunan harga gas industri dan PLN.

Arief S Handoko, Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas,  mengatakan mekanisme penggantian selisih harga gas ke KKKS dalam tiga bulan diambil karena dianggap yang paling cepat diterima dari sisi ketaatan (compliance) lantaran penggantian harus dilakukan dengan mekanisme kontrak kerja sama (production sharing contract/PSC).

Dalam mekanisme PSC penggantian selisih harga gas ke KKKS harus dilakukan melalui Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. Dari hasil pembahasan SKK Migas dan DJA telah disepakati bahwa mekanisme yang diambil adalah underlifting setiap tiga bulan. Hal ini mengingat laporan keuangan setiap KKKS juga dibuat setiap tiga bulan.

Dia pun telah menjelaskan kondisi tersebut dan meminta pengertian para KKKS agar kebijakan harga gas bisa diimplementasikan terlebih dulu. “Jadi saya akui ada time value for money yang ditanggung KKKS karena tertundanya penggantian selisih harga gas tadi selama 3-4 bulan. Ini dari awal saya sudah minta pengertian KKKS,” ungkap Arief.

SKK Migas tidak akan menutup diri dan masih menerima masukan para KKKS sehingga batas waktu 3-4 bulan bukan tidak mungkin diubah. Mekanisme lain untuk penggantian selisih harga gas ke KKKS tersebut. Salah satu opsi yang tengah dikaji adalah apakah skema yang digunakan oleh SKK Migas untuk gas alam cair (liquefied natural gas/LNG), yakni Trustee Buying Agent Agreement (TBAA), bisa digunakan untuk gas pipa. “Jadi suatu saat, mungkin setelah 2020, ada perubahan mungkin bisa terjadi. Kami akan cari [mekanisme] yang lebih simple, yang lebih win win bagi KKKS dan pemerintah,” kata Arief.

Saat ini, kata Arief, SKK Migas tengah menyusun surat kepada Menteri ESDM dan Menteri Keuangan terkait mekanisme menjaga bagian kontraktor dengan mekanisme dan tata cara penagihan serta pembayaran selisih harga gas. “Ini sedang kami konsep, tapi menuju surat ini kami sudah intens meeting dengan ESDM dan Direktorat Jenderal Anggaran, karena untuk mengganti selisih harga ke KKKS, makanya kita juga harus memberitahu (Kemenkeu), untuk pengembalian ke KKKS lewat DJA,” kata Arief.(RI)