JAKARTA – PT PLN (Persero) menandatangani Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) atau Power Purchase Agreement (PPA) Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) Tamiyang Layang 1 megawatt (MW) dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sita-Borong 2×0,5 MW.
Untuk PLTBg Tamiyang Layang yang berlokasi di Desa Marutuwu, Kecamatan Paju Epat, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah disepakati kontrak pembelian kelebihan tenaga listrik (excess power) selama dua tahun dengan nilai investasi Rp36,9 miliar.

Machnizon Masri, Direktur Bisnis Regional Kalimantan PLN, mengatakan biogas merupakan salah satu sumber energi baru terbarukan (EBT) yang terbentuk melalui proses penguraian anaerobik atau pembusukan materi organik tanpa kehadiran oksigen. Limbah organik yang dihasilkan oleh industri minyak sawit dijadikan sumber energi listrik yang akan dimanfaatkan PLN untuk memperkuat pasokan listrik di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

“Dengan masuknya PLTBg, pemanfaatan EBT di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah telah mencapai 8,8 MW. Pemanfaatan EBT menjadi upaya PLN menurunkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) energi listrik,” kata Machnizon, Jumat (5/10).

Hendra Iswayudi, Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM (kiri) menyaksikan penandatanganan PPA PLTBg Tamiyang Layang dan PLTA Sita-Borong 2×0,5 MW antara PLN dengan PT Sawit Graha Manunggal dan PT Multi Energi Dinamika.

Pembangkit EBT lainnya, PLTA Sita-Borong yang terletak di Desa Sita, Kecamatan Borong, Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur ditargetkan beroperasi pada akhir 2018. Proyek pembangkit dengan skema membangun, memiliki, mengoperasikan dan mengalihkan (Build, Own, Operate, and Transfer/BOOT) selama 25 tahun tersebut menelan investasi Rp26,5 miliar.

Machnizon mengungkapkan bahwa pengembangan EBT di PLN adalah prioritas karena dapat mengurangi penggunaan BBM (bahan bakar minyak) pada pembangkitan.

“Ini juga merupakan perwujudan misi perusahaan dalam menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan,” kata Machnizon dalam keterangan tertulisnya.

Hendra Iswahyudi, Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan kedua proyek pembangkit mengacu pada pemanfaatan sumber EBT dan pembelian kelebihan tenaga listrik.

“PJBL untuk PLTBg ini mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Batubara untuk Pembangkit Listrik dan Pembelian Kelebihan Tenaga Listrik (Excess Power), dimana untuk PLTBg ini harga yang disepakati sekitar 70% dari BPP Pembangkitan di Sistem Kalselteng,” ungkap dia.

Untuk PLTA Sita mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik dan harga yang disepakati sekitar 62,7% dari BPP Pembangkitan di Sistem Flores Bagian Barat.

Dengan beroperasinya PLTA Sita dan PLTBg Tamiyang Layang akan berpotensi menurunkan pemakaian PLTD di kedua wilayah tersebut. Di samping itu, dengan pembelian kelebihan tenaga listrik dari PLTBg Tamiyang Layang diharapkan dapat meningkatkan rasio elektrifikasi melalui penambahan pelanggan rumah tangga dan memperbaiki tegangan jaringan. Sedangkan untuk PLTA Sita ini nantinya dapat melayani sekitar 2.150 kepala keluarga.

Adapun potensi penghematan penggunaan BBM untuk PLTD dapat mencapai sekitar 3.000 kilo liter per tahun dan apabila dibandingkan dengan PLTD maka dapat menghemat biaya operasi sekitar Rp 20 miliar per tahun.(RI)