JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) makin “kepincut” dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), terutama PLTS terapung. Hal ini disebabkan karena harga listrik yang dihasilkan dari PLTS terapung jauh lebih murah dibanding pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) lainnya.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM, mengatakan dari hasil beauty contest yang dilakukan PT PLN (Persero), ada calon investor yang bisa menawarkan harga listrik dari PLTS terapung di kisaran US$3 sen per kWh.

Arifin mengatakan penambahan kapasitas EBT ke depannya akan fokus ke PLTS karena sekarang bisa ditawarkan dengan harga murah. “Terutama PLTS yang di-hybridkan dengan PLTA, dari hasil beauty contest kemarin itu diperoleh harga listrik cukup signifikan sekitar US$3,7 sen per kWh di atas permukaan danau yang dibawahnya ada PLTA,” kata Arifin dalam sesi diskusi virtual Peta Jalan Menuju Ketahanan dan Percepatan Transisi Energi Nasional, Rabu (3/3).

Berdasarkan data Kementerian ESDM dan Kementerian PUPR total ada potensi PLTS terapung dengan kapasitas 28.197,6 MW terdiri dari PLTS yang bisa dibangun di waduk 6.348,1 MW di 211 lokasi serta potensi PLTS di danau totalnya 21.849,5 MW di 164 lokasi.

“Potensi PLTS terapung potensi besar ada potensi 28 GW itu hanya manfaatkan 5% karena berdasarkan aturan PUPR hanya dipakai 5% untuk bisa dipasang diatas permukaan waduk dan danau,” ungkap Arifin.

Dengan syarat dari Kementerian PUPR dan juga adanya PLTA di waduk atau danau tersebut maka total potensi PLTS terapung kapasitasnya mencapai 12.055 MW di 28 lokasi terdiri dari waduk 3.068,6 MW di 24 lokasi serta danau 8.987,2 MW di 4 lokasi.

Adapun sebaran PLTS Terapung di Indonesia ada di Sumatera ada tiga lokasi dengan total kapasitas 7.150 MW. Lalu di Kalimantan total 26,7 MW satu lokasi, Sulawesi ada enam lokasi dengan total kapasitas 2.919 MW.

Untuk di Jawa Madura Bali potensinya ada di 13 lokasi dengan total kapasitas 1.919,6 MW dan di Maluku Papua Nusa Tenggara total potensi kapasitas 39,4 MW di lima lokasi.

PLN melalui anak usahanya, PT Indonesia Power, diketahui saat tengah menyiapkan rencana pembangunan PLTS terapung dengan memanfaatkan wilayah bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling. Indonesia sebelumnya juga telah membangun PLTS terapung pertama dan terbesar di waduk Cirata.

Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, mengungkapkan telah menerima laporan rencana pembangungn PLTS Terapung Saguling dari PLN dan sekarang market sounding tengah berlangsung.

Berdasarkan laporan tersebut minat para pelaku usaha terhadap rencana pembangunan PLTS Terapung Saguling cukup tinggi yang bisa dilihat antsuias para peminat.

Menurut Dadan, harga listrik yang ditawarkan pada PLTS Terapung sangat menarik bagi pengembang PLTS dan PLN.

Hingga kini kapasitas PLTS Terapung Saguling belum ditetapkan. Namun yang jelas nantinya tidak semua lahan waduk yang akan digunakan untuk mendukung PLTS Terapung.

“Belum tahu, tapi rumusnya kira-kira 5% dari luasan waduk yang boleh dipakai seperti di Cirata itu dibawah 3%,” kata Dadan.

PLTS menjadi salah satu fokus utama pengembangan EBT ke depan. PLTS memiliki beberapa keunggulan tersendiri sehingga lebih didorong untuk dikedepankan salahsatunya bisa dipasang dimanapun.

“Nanti project baru ke arah PLTS. Kelebihannya bisa dipasang dimanapun, keekonomiannya lebih baik jadi dia (PLTS) tidak memerlukan kompensasi,” ujar Dadan.

Sejauh ini baru ada satu PLTS Terapung dibangun di Indonesia yakni PLTS Cirata melalui kerja sama antara PJB dan Masdar. Proyek PLTS Terapung Cirata rencananya akan dikerjakan hingga 2022. Kapasitas 145 MW sebenarnya sudah direvisi dari rencana awal sebesar 200 MW.

Dengan menggunakan sistem tender atau lelang, harga listrik yang ditawarkan Masdar dalam proyek kali ini terbilang cukup rendah, yakni US$5,8 sen per kWh.

Nilai investasi dari proyek PLTS Terapung pertama di Indonesia itu juga bisa ditekan dari semula senilai US$300 juta menjadi sekitar US$129 juta, dengan porsi kepemilikan perusahaan patungan 51% untuk kepemilikan PJB dan sisanya dikuasai Masdar.(RI)