JAKARTA – Pemerintah menyatakan dukungan terhadap inisiasi pengembangan energi surya di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengingat potensi yang dimiliki wilayah ini cukup besar dengan intensitas radiasi matahari tertinggi di Indonesia, yaitu 5,7 kilo watt hour permeter square perhari. Selain itu, Sumba juga memiliki ketersediaan lahan yang luas yang memungkinkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) hingga 50 Gigawatt (GW).

“Dengan ketersediaan lahan yang sangat luas ini, memungkinkan untuk pengembangan PLTS skala besar untuk mendapatkan harga jual listrik yang tentunya akan sangat murah,” ungkap Harris, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, kepada Dunia Energi, Selasa (22/12).

Harris mengatakan, inisiatif lumbung energi surya di Sumba untuk Indonesia merupakan langkah yang baik untuk mendorong pengembangan energi surya yang ke depannya tidak hanya akan dinikmati oleh masyarakat NTT tapi juga berpotensi untuk ditransmisikan ke Pulau Jawa sebagai pusat beban serta daerah lainnya. Meski demikian, tidak dipungkiri perlunya strategi dan perencanaan yang matang terkait interkoneksi dari Sumba ke pulau jawa dan pusat beban lainnya, baik dari sisi keekonomian maupun dari sisi teknis.

Pulau Sumba menjadi program pengembangan Pulau Ikonis Energi Terbarukan atau dikenal dengan Sumba Iconic Island (SII) yang telah diinisiasi sejak tahun 2010 oleh Kementerian ESDM, Bappenas dan Hivos. Program SII dilaksanakan dengan pendekatan multi-aktor, yang melibatkan pemangku kepentingan di sektor energi dan non-energi yang berkontribusi pada pengembangan energi terbarukan dan lingkungan yang memungkinkan di Pulau Sumba. Untuk pengembangan energi surya di Pulau Sumba, sampai dengan tahun 2018 total kapasitas terpasang sebesar 4,7 MW berupa PLTS Terpusat, PLTS Tersebar, PV Agro processing, PV School dan Kiosk Energy, PJU, Solar Water Pump.

Energi surya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam mencapai target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT). Guna mendorong pemanfaatan energi surya secara masif, pemerintah menyiapkan berbagai strategi mulai dari pengembangan PLTS skala besar di bekas area pertambangan, lahan tidak produktif, pemanfaatan waduk, pengembangan PLTS Atap, hingga inisiasi konversi PLTU atau PLTB ke PLTS.

Harris menambahkan, Indonesia adalah negara dengan serapan tenaga surya terbesar di ASEAN karena matahari yang bersinar setiap hari sepanjang tahun memiliki intensitas radiasi rata-rata 4,8 kilo watt hour permeter square perhari. Namun demikian, kapasitas terpasang relatif masih sangat rendah yaitu 147 MW atau 0,05% dari total potensi 208 GW.

Potensi energi surya yang besar ini sedang diupayakan pemanfaatannya secara masif agar dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam mencapai target bauran EBT.

Menurut Harris, sudah ada beberapa inisiatif dari investor untuk mengembangkan PLTS di Indonesia, termasuk PLTS terapung dengan harga yang kompetitif dibawah 4 sen US$ per kWh.

β€œIni merupakan peluang yang sangat baik untuk pengembangan energi terbarukan kedepan, yang diharapakan mampu bersaing bahkan lebih murah dari energi fosil,” tandas Harris.(RA)