JAKARTA – Dalam tiga  tahun sejak Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA) diluncurkan, jumlah pelanggan PT PLN (Persero) pengguna Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap diklaim meningkat dari 268 pada 2017 menjadi lebih dari 2.300 pelanggan pada pertengahan tahun 2020, dengan total kapasitas mencapai 11,5 Megawatt (MW).

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) yang merupakan salah satu deklarator GNSSA, mengatakan potensi energi surya dapat menjadi prime-mover pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

“Karenanya, dapat juga mendukung pencapaian target energi terbarukan sesuai Kebijakan Energi Nasional (KEN). Hasil studi pasar untuk sektor rumah tangga, komersial, dan UMKM di beberapa kota yang dilakukan IESR pada 2018 sampai 2020 juga menunjukkan potensi pasar serta minat publik yang cukup tinggi untuk memasang PLTS Atap,” kata Fabby dalam diskusi virtual Kamis(24/9).

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM yang sekaligus juga salah satu deklarator GNSSA, menyampaikan dukungannya untuk gerakan ini. Dia memandang gerakan ini sebagai gerakan yang positif dan akan memberikan manfaat bagi kita semua dan mungkin juga bermanfaat bagi generasi-generasi kita di masa mendatang.

Rida menyebutkan tujuan dari GNSSA antara lain turut mendukung pencapaian target energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025. Tujuan kedua adalah lebih memperkenalkan kepada masyarakat adanya energi bersih dan yang bersumber dari energi yang terbarukan dan tidak dapat habis.

“Setelah mengenal dan memahami, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan energi terbarukan dengan cara memasang PLTS Atap di rumahnya dan/atau di tempat kerjanya, “ ujar Rida.

Tujuan ketiga menurutnya yang tidak kalah penting, adalah untuk turut mendorong tumbuh kembangnya industri barang dan jasa domestik yang terkait dengan pengadaan pembangkit listrik tenaga surya.

Sejak dideklarasikan pada 17 September 2017, GNSSA telah menjadi salah satu kendaraan pemersatu pembuat kebijakan, pelaku, dan pemangku kepentingan energi surya untuk menciptakan suatu kolaborasi. Pemerintah melalui Kementerian ESDM telah mengeluarkan Permen ESDM No. 49/2018 yang menjadi payung hukum pengguna PLTS atap, kemudian melakukan revisi untuk menurunkan biaya paralel bagi pelanggan industri.

Pada 2019  telah dilakukan juga Kampanye Sejuta Surya Atap berupa kegiatan jalan sehat di area Car Free Day (CFD) DKI Jakarta di Jalan Thamrin dan pameran mini dari penyedia layanan PLTS atap.

Andhika Prastawa, Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), berharap industri energi surya dapat tumbuh lebih cepat dengan visi target 1 GWp pada 2020.

“Kami menyerukan agar kerjasama yang sudah terjalin baik antara pemerintah, AESI, sektor industri, dan publik ditingkatkan lagi secara kontinyu dan konsisten sehingga dapat menghasilkan terobosan-terobosan lain dalam lebih mempercepat tumbuhnya penggunaan tenaga surya. Hal ini juga berguna dalam membantu pemerintah untuk pencapaian target bauran energi nasional 2025,” ujar Andhika.

Selain inisiatif dari pemerintah pusat, pemerintah daerah juga ikut ambil bagian dalam mendorong pemanfaatan energi surya. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, diwakili oleh Gubernur Ganjar Pranowo, pada akhir 2019 telah menandatangani nota kesepahaman dengan IESR untuk mengembangkan Jawa Tengah menjadi provinsi surya (solar province) pertama di Indonesia. Di provinsi ini, minat dari rumah tangga, sektor publik, dan sektor industri cukup besar, terdapat potensi early adopters dan early followers sebesar 9,6% di sektor rumah tangga, 9,8% di sektor komersial, dan 10,8% dari UMKM. Beberapa fasilitas publik seperti stasiun dan terminal di Jawa Tengah juga telah menggunakan PLTS atap, misalnya Stasiun Batang dan Terminal Tirtonadi. Beberapa perusahaan yang berlokasi di Jawa Tengah juga menggunakan PLTS atap untuk kegiatan operasional mereka.

Tahun 2019 Gubernur Bali juga mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Energi Bersih, yang juga mendorong pemanfaatan PLTS atap di bangunan pemerintah, kawasan bisnis dan di sektor pariwisata, serta untuk masyarakat umum. Dalam pergub ini juga diatur insentif yang diberikan pada pengguna, termasuk diskon pajak bumi dan bangunan yang direkomendasikan oleh IESR. Insentif pajak dan insentif lainnya dinilai mampu mendorong minat calon pengguna PLTS atap karena akan memperpendek tingkat pengembalian modal dan juga menunjukkan penghargaan pada pengguna energi terbarukan.

IESR berpandangan bahwa PLTS Atap dapat berperan besar untuk mendukung pemulihan ekonomi paska pandemi Covid-19.

“Untuk itu, IESR telah mengusulkan Program Surya Nusantara, yaitu pemasangan 1 GWp PLTS atap di rumah tangga penerima subsidi listrik. Program ini dipercaya dapat memberikan dampak berganda pada perkembangan industri surya domestik, menciptakan lapangan kerja hingga 30.000 ribu orang, mengurangi subsidi listrik sebesar Rp 1,3 T per tahun, dan berkontribusi pada pencapaian target energi terbarukan nasional serta target penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia,” tandas Fabby.(RA)