JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong PT Chevron Pacific Indonesia dan PT Pertamina (Persero) menemukan jalan tengah dalam proses transisi blok Rokan yang kontraknya dengam Chevron akan habis pada 2021 mendatang.

Ego Syahrial, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengatakan hingga kini pemerintah masih belum mendengar adanya rencana Pertamina untuk membeli Participating Interest atau hak partisipasi Chevron di Blok Rokan dalam rangka memuluskan rencana investasi Pertamina di sana.

“Posisi pemerintah adalah mendorong agar tidak terjadi adanya penurunan produksi itu posisi pemerintah. Jadi posisi pemerintah adalah minta kepada kedua belah pihak cari kesesuaian,” kata Ego di Jakarta, Rabu (29/1).

Menurut Ego, yang juga merupakan anggota komisaris Pertamina, fokus pemerintah adalah agar tidak terjadi penurunan produksi minyak di Blok Rokan yang masih menjadi salah satu kontributor minyak terbesar di Indonesia.

Namun dia mengakui belum ada titik temu yang sesuai bagi masing-masing pihak, baik Chevron maupun Pertamina. Pemerintah akan terus menengahi keduanya agar segera dicapai kesepakatan.

“Pemerintah itu tugasnya adalah mempertemukan dua badan usaha ini sehingga usaha-usaha positif unuk menjaga penurunan bisa dicapai. Ini masih proses terus,” ujarnya.

Tajudin Noor, Sekretaris Perusahaan Pertamina, sebelumnya mengatakan beberapa mekanisme transisi masih terus dibahas baik di internal Pertamina maupun dengan Chevron. Salah satu cara yang bisa dilakukan agar Pertamina bisa intervensi di Rokan adalah dengan melakukan akuisisi saham atau hak partisipasi (Participating Interest/PI) Blok Rokan.

“Kami masuk untuk ambil PI Chevron agar kami jadi bagian korporasi itu,” kata Tajudin belum lama ini.

Menurut Tajudin, secara aturan memang cukup sulit bagi Pertamina untuk berinvestasi di Rokan pada masa transisi karena kontrak Chevron di Rokan baru selesai pada 8 Agustus 2021.

“Kalau Pertamina mengeluarkan dana sebelum kami early chip in di sana agak susah karena memang aturannya kami harus chip in dulu. Ini yang masih dalam pembicaraan untuk kita bisa early chip in di sana (Rokan),” kata Tajudin.

Pertamina sendiri telah menyiapkan dana investasi pada masa transisi sebagai upaya menekan penurunan produksi.

Fajriyah Usman, VP Corporate Communication Pertamina mengatakan sebagai asumsi awal, agar dapat menahan laju penurunan produksi alamiah, Pertamina menargetkan 20 sumur dapat dibor tahun ini.

Untuk dapat merealisasikan program pemboran tersebut,  sampai saat ini Pertamina terus melakukan diskusi intensif dengan Chevron,  selaku pemilik PI saat ini, sekaligus mengkomunikasikannya dengan pemerintah. Pertamina terus mendorong transisi alih kelola Blok Rokan tersebut selesai pada 2020.

Menurut Fajriyah,  Pertamina belajar dari pengalaman di Blok Mahakam. Sebelum hak pengelolaan beralih ke Pertamina, pemboran sumur yang berkurang drastis dari 44 sumur di tahun 2016 menjadi 6 sumur di 2017 telah mempengaruhi penurunan produksi migas yang signifikan pada saat alih kelola dimulai pada 2018.

“Walaupun setelahnya, Pertamina terus menggenjot pemboran dan melakukan investasi sehingga berhasil mencapai hasil produksi yang lebih tinggi dari target yang pernah dicanangkan operator sebelumnya,” ujarnya.

Selain pemboran, upaya lain yang telah dilakukan adalah bersinergi dengan anak perusahaan Pertamina dengan menunjuk Pertamina Gas (Pertagas) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) untuk mengerjakan proyek pergantian pipa hilir Blok Rokan.  Pipa tersebut rencananya akan menghubungkan beberapa lapangan, yakni Minas-Duri-Dumai dan Batam-Bangko-Dumai. Penggantian pipa diperlukan sebelum Blok Rokan beralih ke Pertamina karena pipa eksisting pun sudah berumur terlalu tua dan berpotensi menggaggu produksi Blok Rokan jika terus digunakan. Pertamina menargetkan pembangunan pipa hilir ini bisa selesai pada Agustus 2021 sebelum kontrak CPI berakhir.

Berdasarkan data, Blok Rokan merupakan blok minyak terbesar di Indonesia. Blok seluas 6.220 kilometer ini memiliki 96 lapangan dengan tiga lapangan memiliki potensi minyak yang baik yaitu Duri, Minas dan Bekasap.

Dengan dikelolanya Blok Rokan oleh Pertamina mulai 9 Agustus 2021 mendatang, maka kontribusi produksi minyak Pertamina dibandingkan produksi minyak nasional akan meningkat dari 48% di tahun 2019 menjadi 60% di tahun 2021.

Blok Rokan telah beroperasi selama 68 tahun, sejak 1952. Dapat dikatakan blok tersebut cukup mature sehingga perlu upaya khusus untuk terus mengoptimalkan resources yang ada dan menahan laju penurunan alamiahnya. Upaya-upaya peningkatan produksi Blok Rokan direncanakan Pertamina melalui optimasi pengembangan lapangan-lapangan produksi baik melalui kegiatan Primary, Secondary / Waterflood maupun Tertiary Recovery (Steamflood dan Chemical EOR).  Investasi dalam keseluruhan lingkup pekerjaan tersebut guna menahan laju penurunan alamiah dan menaikkan produksi dengan meningkatkan recovery factor lapangan. Dengan investasi yang terintegrasi tersebut diharapkan akan memberikan pengaruh yang signifikan pada pendapatan pemerintah dan Pertamina.(RI)