JAKARTA – PT PLN (Persero) mengakui serapan gas untuk pembangkit listrik pada tahun ini kemungkinan besar tidak sesuai dengan kontrak lantaran lebih memilih menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau yang berbahan bakar batu bara. Namun serapan gas bisa dialihkan ke periode lain.

Amir Rosidin, Direktur Bisnis Regional PLN Jawa Bagian Tengah, mengatakan kargo gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) yang sudah terkontrak dan tidak sempat diserap tahun ini bisa digeser jadwal penyerapannya. “Kan bisa digeser. Namanya gas make up. Gas yang kami bayarkan sekarang, meskipun tidak digunakan, nanti bisa dipakai. Supply gasnya yang nanti,” kata Amir di Jakarta, Kamis (23/5).

Serapan gas PLN tahun ini menjadi salah satu faktor tidak tercapainya target pemanfaatan gas domestik. Berdasarkan laporan dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), realisasi pemanfaatan gas untuk listrik sampai April rata-rata sebesar 613,34 BBTUD, padahal kontraknya mencapai 1.142,93 BBTUD.

Menurut Amir,PLN sebelumnya memprediksi akan ada perawatan besar beberapa pembangkit dengan kapasitas besar, karena itu diantisipasi dengan menyiapkan suplai gas. Namun ternyata perawatan PLTU berlangsung lebih cepat dari rencana, sehingga sudah bisa kembali digunakan dengan optimal. Karena harga batu bara masih merupakan bahan baku listrik paling murah karena itu PLTU lebih dipilih untuk memproduksi listrik.

“PLTU kemarin sehat, sekarang kami tingkatkan efisiensi. Istilahnya net plant heat rate. Tahun ini kami lebih bagus dari tahun-tahun sebelumnya. Tujuan kami itu bagaimana bisa mengoperasikan pembangkit secara efisien. Salah satu indikator itu net plant heat rate. Ini efeknya penggunaan gasnya jadi tertekan,” ungkap Amir.

Sementara itu, salah satu pihak yang merasakan dampak dari perubahan volume konsumsi gas PLN adalah Eni Indonesia yang merupakan salah satu dari delapan pemasok gas untuk Kilang Bontang yang kemudian gasnya di jual ke PLN.

Arief Setiawan Handoko, Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas, mengatakan gas yang tidak diserap PLN kebetulan adalah gas yang dipasok Eni. “Nah yang ke PLN itu gas alokasi yang Eni, makanya Eni marah-marah orang harga rendah jadi jual rugi dong,” ujarnya beberapa waktu lalu.

PLN pada akhir tahun lalu sudah menandatangani kontrak pembelian 17 kargo LNG, namun pada Februari lalu, PLN menyatakan hanya akan menyerap enam kargo LNG pada tahun ini, sehingga SKK Migas akan menjual sisanya ke pasar spot.

Wisnu Prabawa Taher, Kepal Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, mengatakan kargo LNG yang disuplai Muara Bakau berpotensi mengalami high inventory. Hal ini disebabkan pembeli yang ditunjuk (Pertamina) meminta perubahan jadwal pengapalan kargo di Mei 2019. Perubahan tersebut akan berdampak terjadi potensi unmanageable high inventory di Kilang Bontang pada akhir Mei 2019.

“Mengantisipasi hal tersebut, SKK Migas telah berkoordinasi dengan para pihak untuk melakukan mitigasi, antara lain mendesak Pertamina untuk tetap mengambil kargo LNG Muara Bakau sesuai dengan jadwal. Mempersiapkan hal teknis untuk menghindari unmanageable high inventory di Kilang Bontang, dan mencegah terjadinya penurunan suplai gas dari Muara Bakau,” kata Wisnu.(RI)