JAKARTA – PT Pertamina (Persero) makin serius mengincar bisnis potensial dari sumber energi baru. Salah satu yang paling diburu adalah pengembangan green hydrogen . Manajemen telah mengkalkulasi selain ramah terhadap lingkungan green hydrogen juga memiliki potensi bisnis yang cukup menjanjikan di masa depan. Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, menyatakan potensi pasar green hydrogen mencapai US$40 miliar.

Berdasarkan pemetaan dari Pertamina di tahun 2020, konsumsi hidrogen diperkirakan mencapai 2,5 metrik ton per hari.

“Kami coba petakan pada 2020 konsumsi dari hidrogen itu ada 2,5 metrik ton per hari. Kalau kita coba hitung US$40 miliar. nah dengan adanya kebutuhan ini kita yakini hidrogen merupakan masa depan,” kata dalam diskusi secara virtual, Rabu (14/7).

Indonesia sendiri saat ini memang lebih banyak bicara mengenai ekosistem kendaraan listrik berbasis baterai. Padahal, negara lain sudah mulai mengembangkan hidrogen karena lebih ramah lingkungan. Menurut Nicke green hydrogen sangat cocok dikembangkan jika memang lingkungan yang jadi prioritas dalam pengembangan energi ke depan.

“Kalau baterai kan masih ada pengolahan, ada proses bagaimana mengelola limbah, kalau hidrogen benar-benar green. Oleh karena itu kami sudah menetapkan pengembangan hidrogen pada aset aset Pertamina,” ujar Nicke.

Pertamina Geothermal Energy (PGE) saat ini tengah melakukan kajian untuk pengembangan green hydrogen. Rencananya kajian yang pertama kalinya ini akan dilakukan di wilayah kerja panas bumi (WKP) Ulubelu.

Sentot Yulianugroho, Manager Government and Public Relation PGE, mengatakan dari hasil kajian awal terungkap bahwa WKP Ulubelu mempunyai fluida panas bumi di area tersebut masih didominasi oleh air dan uap panas yang cocok untuk pengembangan energi tersebut. Saat ini PGE telah membentuk tim khusus untuk lakukan kajian.

“Jadi tahapan yang saat ini dilakukan untuk green hydrogen ini masih sebatas rencana pengembangan kalau boleh dibilang masih proses inisiasi,” kata Sentot.

Ahmad Yuniarto, Direktur Utama PGE, sebelumnya mengatakan untuk merealisasikan rencana pengembangan green hydrogen yang digadang jadi energi masa depan, PGE membutuhkan investasi awal sekitar US$5 juta atau Rp71,8 miliar.

Saat ini perusahaan tengah berkoordinasi dengan beberapa kementerian terkait guna pemanfaatan hidrogen hijau ini. Di samping itu, perusahaan juga tengah mencari mitra strategis untuk menjalankan bisnis ini.

Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, green hydrogen merupakan salah satu potensi bentuk energi (energy carrier) yang strategis ke depan dalam rangka mencapai dekarbonisasi dan net-zero emission (NZE). Pengembangan hidrogen hijau sama strategisnya dengan baterai.

“Namun, pengembangan hidrogen harus secara terintegrasi dari sisi produksi sampai ke pemanfaatannya,” kata Dadan.

Menurut Dadan, pemanfaatan hidrogen sebagai energi tidak bisa dengan alat konversi energi biasa yang sudah ada di pasar. Pemanfaatan hidrogen membutuhan teknologi khusus, yakni fuel cell yang merupakan perangkat yang mengubah energi kimia secara langsung menjadi energi listrik.

“Atau dikonversikan menjadi bahan, misalkan menjadi amonia sehingga bisa dimanfaatkan untuk cofiring di PLTU,” ujar dia.

Dadan menuturkan Indonesia belum memasuki tahap pengembangan green hydrogen. Namun, kajian pengembangannya sudah dimulai. “Belum ada pengembangannya, ini masih menjadi inisiatif ke depan. Ada rencana Pertamina akan buat pilot project dengan memanfaatkan PLTP,” kata Dadan.(RI)