JAKARTA – Pengembangan energi baru terbarukan hingga kini dinilai tidak memiliki daya tarik investasi, sehingga sulit melibatkan pihak swasta. Padahal pemerintah memiliki keterbatasan dana untuk mengembangkan sendiri EBT.

Surya Darma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), mengatakan upaya yang perlu segera dilakukan adalah memperbaiki iklim investasi terutama memperbaiki regulasi agar memiliki daya tarik investasi. Upaya pemerintah dengan mandatori pencampuran bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dengan bahan bakar nabati (BBN) 30% (biodiesel B30) adalah sejalan dengan program nasional bidang energi.

“Tetapi, masih perlu lagi didukung dengan program percepatan penggunaan listrik dari energi terbarukan,” ujar Surya kepada Dunia-Energi, Rabu (27/11).

Indonesia memiliki banyak potensi sumber energi baru terbarukan (EBT), namun belum dimanfaatkan secara maksimal. Sumber-sumber EBT yang dimiliki Indonesia terdiri dari energi panas bumi, air, angin, bio energi, matahari, dan laut.

Saat ini METI, kata Surya, sedang mengusulkan untuk segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur percepatan pengembangan energi terbarukan, harga energi terbarukan,  mekanisme pengadaan, tata kelola dan lain-lain.

“Kami sudah mengadakan pembahasan soal rancangan Perpres dengan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM. Akan finalkan pada akhir pekan ini, agar sebelum akhir tahun sudah selesai dan jika mungkin sudah disetujui dan di tanda tangan Presiden,” ungkap Surya.

Sundeep Biswas, Partner and Head of AT Kearney’s Energy Practice in Sea, mengatakan perangkat peraturan di suatu negara sangat menentukan perkembangan EBT. “Di negara-negara yang perangkat peraturannya tidak benar akan sulit untuk mengembangkan energi baru terbarukan,” kata Sundeep dalam Pertamina Energy Forum 2019 di Jakarta, Rabu.(RA/AT)