JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong kontribusi penggunaan bahan bakar dalam mengurangi emisi C02 hingga 29% pada tahun 2030. Upaya ini segera ditempuh salah satunya dengan menerapkan Carbon Capture, Utilization, dan Storage (CCUS) di sektor minyak dan gas bumi. Penerapan CCUS di sektor migas sendiri juga secara langsung bisa mendorong percepatan penerapan Enhanced Oil Recovery (EOR) sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan produksi migas.

Tutuka Ariadji, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengatakan Kementerian ESDM mendukung penuh penerapan CCUS di sektor migas melalui Enhanced Oil Recovery (EOR)/Enhanced Gas Recovery (EGR).

“Teknologi ini diperlukan untuk mengembangkan ladang migas yang mengandung CO2 tinggi, meningkatkan produksi dan mengurangi emisi. CCUS bisa menjadi solusi untuk menyediakan energi yang lebih ramah lingkungan,” kata Tutuka, Jumat (30/4).

Penerapan CCUS, kata Tutuka, menjadi bahasan penting di tingkat global lantaran selain mampu mengurangi emisi CO2, teknologi tersebut juga mampu meningkatkan pemulihan minyak di ladang yang cadangannya sudah habis.

Menurut Tutuka, kondisi ini relevan dengan target pemerintah dalam mencapai produksi minyak menjadi satu juta barel per hari dan gas 12 Bscfd pada  2030. Beberapa langkah yang diambil di antaranya dengan mengoptimalkan produksi lapangan yang ada, mencari cadangan baru melalui eksplorasi dan peningkatan migas nasional produksi melalui EOR/EGR.

Saat ini, pemerintah sedang merumuskan peraturan terkait penetapan harga karbon. Draft aturan ini tengah dalam tahap finalisasi di Sekretariat Negara. Selain itu, pemerintah juga melanjutkan proses penyusunan regulasi terkait CCS/CCUS yang sebelumnya telah dirintis oleh Center of Excellence CCS /CCUS dan didukung oleh Asian Development Bank (ADB).

“Kami berharap regulasi tersebut dapat mendukung pemangku kepentingan dalam mengembangkan teknologi CCUS di Indonesia. Tidak hanya dari sisi aspek teknis, tetapi juga dari keamanan dan ekonomi,” ujar Tutuka.

Saat ini sudah ada beberapa penelitian CCUS dilakukan di Indonesia yaitu proyek CCUS Gundih yang pada awalnya merupakan proyek CCS dan telah dilakukan sejak 2012.

Tutuka mengatakan, perkembangan CCUS Gundih sangat penting bagi Indonesia untuk menambah pengalaman dalam pelaksanaan CO2-EOR/EGR. Studi untuk proyek ini masih berlangsung di bawah dukungan METI dan diharapkan memberikan hasil yang bagus.

Proyek dan studi CCUS lainnya adalah Tangguh EGR di Papua Barat, Sukowati di Jawa Timur, Limau Niru di Sumatera Selatan dan sebagainya. Bahkan, studi CCUS yang terhubung ke industri hilir akan segera dimulai, seperti bagaimana memisahkan CO2 dari pabrik amoniak di Sulawesi Tengah.

Pemerintah menjadikan CCUS ini sebagai pendorong untuk meningkatkan produksi migas melalui CO2-EOR/EGR. Namun demikian, juga mendukung pengembangan daur ulang karbon karena bisa memberikan nilai ekonomi dari pemanfaatan CO2. Di Indonesia, Kementerian ESDM yang diwakili oleh Balitbang ESDM, saat ini sedang mempersiapkan kerja sama dengan Jepang terkait daur ulang karbon. Pertamina juga memiliki beberapa program penelitian terkait daur ulang karbon.

“Pemerintah Indonesia menyadari bahwa pengembangan CCUS membutuhkan kolaborasi semua pihak, termasuk ADB dan CoE CCS/CCUS. Kami akan selalu mendukung semua pemangku kepentingan yang mempromosikan teknologi CCUS untuk diterapkan di Indonesia,” kata Tutuka.(RI)