JAKARTA – Penyampaian pesan transisi energi secara tepat diyakini dapat mendorong terwujudnya transisi energi yang berkeadilan. Pemerintah yang bekerja sama dengan berbagai pihak perlu menerjemahkan regulasi dan kebijakan terkait transisi energi ke dalam pesan advokasi yang kuat kepada masyarakat.

Telah lama mendominasi sistem energi, energi fosil terlanjur dipersepsikan dengan ketahanan energi, pembangunan ekonomi, terjangkau bahkan bagian dari identitas nasional. Nyatanya argumen tersebut dapat dipatahkan dengan kehadiran energi bersih yang minim emisi. Hal ini disampaikan oleh Stefan
Bößner, Research Fellow di Stockholm Environment Institute (SEI) Asia, dalam Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2022, (12/10), di Jakarta.

“Seringkali kita mendengar narasi bahwa bahan bakar fosil sama dengan ketahanan energi. Namun, saya dapat berargumen bahwa energi bersih, misalnya, di Jerman, 40% listriknya berasal dari energi terbarukan. Jaringannya sangat stabil. Apalagi sekarang, di masa perang Ukraina, alih-alih bergantung
pada sumber ketiga, menggunakan energi angin yang tidak terhambat distribusinya telah meningkatkan ketahanan energi,” ujar Bößner.

Penguatan transisi energi dengan pengembangan energi terbarukan juga ditekankan oleh Verena Puspawardani, Program Director, Coaction Indonesia. Ia menyampaikan dalam paparannya bahwa
masyarakat membutuhkan kejelasan informasi yang dapat meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap transisi energi dan energi terbarukan sehingga mampu menciptakan perubahan.

“Bagi kita yang mempunyai akses ke pembuat kebijakan, lembaga masyarakat, dan multilevel forum dapat mengaungkan narasi yang positif terhadap pengembangan energi terbarukan di Indonesia,” kata Verena.

Verena menambahkan bahwa sebagai mitra penting pemerintah, juga penting untuk memastikan bahwa ada organisasi masyarakat sipil untuk membantu proses pembuatan kebijakan di Indonesia. Oleh karena itu, pekerjaan rumah dalam percepatan transisi energi tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi
juga masyarakat sipil secara keseluruhan.
Selain itu, memastikan kemudahan akses terhadap informasi publik terkait transisi energi maka diperlukan sosialisasi di berbagai kanal baik berbentuk program maupun pemanfaatan media sosial.

Christine Go, Program Manager Refill My Bottle Indonesia, mengatakan pendistribusian pesan komunikasi transisi energi tidak bisa seragam kepada seluruh kelompok masyarakat.
Ia mencontohkan, pesan transisi energi terkait minyak bumi, misalnya, mungkin secara teknis sulit disampaikan kepada dan dimengerti oleh beberapa kalangan, sehingga pemilihan media yang tepat sasaran akan berdampak lebih
baik.

“Orangtua bisa mengimplementasikan pesan transisi energi sebagai upaya character building. Mulailah dari hal-hal kecil. Itulah sebabnya saya mengajak keluarga saya di rumah untuk mengurangi pemborosan air dan menghemat air. Saya berusaha menyampaikan kepada anak saya yang berusia belia. Dengan begitu di masa mendatang, generasi masa depan memiliki kerangka berpikir ini dan menjadi kebiasaan yang menyatu dengan gaya hidup sehari-hari,” ujarnya.

Penggunaan media sosial dapat menjadi sarana penjangkauan isu transisi energi yang lebih luas, terutama
kepada anak muda.
Sergina Loncle, Director of Communications and Strategic Initiatives Kopernik, menjelaskan bahwa memasukkan unsur kreativitas dalam menyampaikan pesan-pesan lingkungan, seperti menggunakan video, bersinergi dengan grup band dapat menyebarluaskan pesan komunikasi.

Yusuf Suryanto, Koordinator Ketenagalistrikan, Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika Bappenas, mengungkapkan bahwa dalam upaya mendorong Indonesia masuk dalam jajaran negara maju pada 100
tahun kemerdekaan Indonesia di tahun 2045, pihaknya menyiapkan strategi-strategi transformasi ekonomi indonesia yang termasuk mengenai transisi energi nasional.
Ia menekankan pihaknya akan terus
melakukan melakukan komunikasi dan promosi kepada seluruh stakeholder.
Engagement (pedekatan) dengan masyarakat, organisasi kemasyarakatan, dan keagamaan dapat memperkuat sistem perencanaan pembangunan. Partisipasi masyarakat bisa optimal dengan terlibat dalam perencanaan. Kerja sama antara pemerintah dan masyarakat yang luas menjadi salah satu kunci keberhasilan di depan,” ungkap Yusuf.

Ia menambahkan dalam penyusunan perencanaan, ada berbagai sistem pendekatan. Mulai dari proses
politik, top-down, bottom-up, teknokratik (berbasis pengetahuan), dan partisipatif.
“Kami berterima kasih kepada penyelenggara karena proses partisipatif tersebut bisa dilakukan dalam penyusunan perencanaan ke depan,” ujarnya.(RA)