JAKARTA – PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi, menerbitkan obligasi global atau global bond senilai US$ 1,45 miliar atau setara Rp19,6 triliun (kurs Rp13.500 per dolar AS) pada Kamis, 13 Februari 2020. Obligasi global tersebut terdiri atas dua seri masing-masing senilai US$ 650 juta dengan bunga 3,10% yang akan jatuh tempo pada 2030 atau berjangka waktu 10,5 tahun. Berikutnya adalah seri kedua senilai US$ 800 juta dengan bunga 4,15% yang akan jatuh tempo pada 2060 atau berjangka waktu 40 tahun.

Fajriyah Usman, VP Corporate Communication Pertamina, saat dikonfirmasi menyatakan penerbitan global bond diawal tahun ini untuk mendukung belanja modal atau capital expenditure (Capex) yang pada tahun ini dipatok mencapai US$ 7,8 miliar. Sebagian dari dana itu digunakan membiayai proyek kilang serta ekspansi hulu Pertamina.

”Ya (untuk kilang dan hulu) total kebutuhan capex Pertamina 2020 kan sekitar US$ 7,8 miliar,” kata Fajriyah kepada Dunia Energi, Senin (17/2).

Menurut Fajriyah, penerbitan notes ini menandai adanya peningkatan kinerja yang terus menerus dilakukan Pertamina di segala lini usaha, karena akan dipergunakan sebagai pendanaan capital expenditure atau investasi Pertamina Group dalam rangka pertumbuhan ke depan.

“Obligasi ini mendapat respon pasar yang sangat positif, hal ini terlihat pada jumlah peminat atau pemesanan yang masuk melebihi penawaran (over subscribed). Tingginya minat tersebut menjadi bukti bahwa kepercayan investor kepada Pertamina semakin tinggi,” ujarnya.

Selain itu, menurut Fajriyah, obligasi dengan jangka waktu mencapai 40 tahun ini baru pertama kali di Indonesia. “Dengan demikian Pertamina dapat lebih mudah dalam pengelolaan maturity obligasi yang diterbitkan,” ujar Fajriyah.

Sementara itu, Lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investors Service menetapkan global bond Pertamina kali ini mendapatkan peringkat Baa2.

Menurut Moody’s peringkat ini mencerminkan posisi strategis Pertamina yang penting sebagai perusahaan minyak dan gas nasional terintegrasi (stabil Baa2) di Indonesia, dengan menyumbangkan produksi hulu yang signifikan, dan bertanggung jawab atas sebagian besar kilang, terminal bahan bakar, dan infrastruktur pipa gas negara.

Peringkat baa2 sendiri diberikan karena adanya dukungan pemerintah Indonesia kepada Pertamina karena peran strategis Pertamina, mengingat perannya yang penting dalam eksplorasi minyak dan gas, distribusi produk minyak bumi dan distribusi gas di negara ini, serta pengawasan ketat pemerintah terhadap strategi dan anggarannya.

“Peringkat tersebut menggabungkan ekspektasi kami bahwa Pertamina akan mempertahankan metrik kredit yang mendukung peringkatnya, meskipun ada peningkatan aliran modal kerja, karena keterlambatan penggantian subsidi dan pengeluaran modal yang lebih tinggi,” kata Vikas Halan, Senior Vice President Moody.

Per 30 September 2019 nilai piutang Pertamina dari pemerintah mencapai US$ 5,3 miliar yang berasal dari pembayaran kompensasi atas biaya atas penjualan BBM bersubsidi dan penugasan. Realisasi ini jauh meningkat ketimbang nilai kompenen pada 2017 yang mencapai US$ 2,2 miliar.

“Pertamina berharap mulai menerima kompensasi dari pemerintah mulai tahun ini, yang akan meningkatkan arus kasnya,” kata Halan. (RI)