JAKARTA – Institute for Essential Services Reform (IESR) meluncurkan salah satu dari lima seri studi tematik mengenai peta jalan transisi energi Indonesia berjudul National Energy Plan (RUEN): Existing Plan, Current Policies Implication and Energy Transition Scenario, Rabu (30/9). Studi tersebut memodelkan ulang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2017 melalui tiga skenario tambahan (skenario realisasi, program strategis, dan transisi energi) untuk mengevaluasi dan memproyeksikan capaian dari target RUEN awal berdasarkan ketiga skenario yang dibangun. Transisi energi menuju sistem energi terbarukan telah menjadi fenomena global sebagai respon untuk mengatasi ancaman perubahan iklim dan mengurangi risiko stranded asset.

Dalam kondisi kebijakan saat ini RUEN 2017 dinilai belum mengadopsi visi transisi energi, walaupun telah mengadopsi target energi terbarukan 23% dari bauran energi total pada 2025. Target ini berkorelasi dengan jumlah kapasitas terpasang pembangkit energi terbarukan sebesar 45,2 Giga Watt (GW) pada 2025 dari total 136 GW kapasitas pembangkit listrik.

Agus Praditya Tampubolon, penulis laporan, menyebutkan bahwa target kapasitas terpasang dari energi terbarukan sebesar 45,2 GW pada 2025 diindikasikan tidak akan tercapai dalam skenario realisasi dengan berbagai penurunan nilai parameter dan asumsi utama yang terjadi dalam lima tahun terakhir.

“Karena realisasi dari laju pertumbuhan konsumsi energi tahunan dan konsumsi listrik per kapita yang rendah sebagai akibat dari rendahnya pertumbuhan ekonomi pada periode 2015-2019,” ungkap Agus, di acara peluncuran virtual laporan seri studi peta jalan transisi energi Indonesia, Rabu.

RUEN yang ditetapkan pada 2017, menggunakan data riil tahun 2000 hingga  2015 sebagai input dan memproyeksikan data dari 2016-2050. Beberapa data proyeksi ini overestimated, terutama pada pertumbuhan ekonomi dan industri serta demografi penduduknya.

“Hal ini menyebabkan proyeksi RUEN menjadi tidak proporsional, misalnya pada konsumsi energi primer dan listrik, termasuk pada kapasitas pembangkit. Sehingga skenario realisasi menunjukkan bahwa energi terbarukan hanya diindikasikan mencapai 22,62 GW di tahun 2025,” ujar Agus.

Agus menambahkan bahwa jaringan gas kota, kendaraan listrik dan biodiesel yang dicanangkan pemerintah hanya berkontribusi terhadap bauran energi primer sekitar 3 persen (menjadi 17,9%) dari baseline baru dalam skenario realisasi sebesar 15% di tahun 2025. Hingga tahun 2050 pun, bauran energi terbarukan diproyeksikan sebesar 40,3%, lebih tinggi dari target 31% di model RUEN saat ini, namun tetap masih belum mulai mengambil alih dominasi energi fosil sebesar 59,7%.

Bauran dan kapasitas terpasang energi terbarukan hanya akan meningkat signifikan dalam skenario transisi energi, khususnya mulai periode waktu saat tidak ada PLTU baru yang mulai dibangun dan semua PLTU yang berusia lebih dari 30 tahun ditutup, dengan proyeksi sebesar 408 GW pada 2050..

Dalam laporan yang diluncurkan, setidaknya terdapat tiga hal yang perlu dilakukan sebagai rekomendasi. Pertama, parameter dan asumsi RUEN 2015-2050 perlu ditinjau kembali, khususnya pada asumsi pertumbuhan ekonomi, laju permintaan energi, dan keekonomian dari energi terbarukan.

Kedua, tinjauan juga perlu dilakukan terhadap rencana penggunaan batu bara dan pembangunan PLTU sebagai respons dari tren dekarbonisasi yang menyebabkan penurunan permintaan impor batu bara dari Tiongkok, India, dan Korea Selatan. Ketiga, perlunya kajian pengembangan skenario alternatif dalam rencana penyediaan energi nasional yang mengintegrasikan porsi energi terbarukan yang lebih besar.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, mengatakan IESR berupaya untuk menginvestigasi kontekstualisasi dari model RUEN, sebagai sebagai referensi perencanaan dan pembangunan energi nasional jangka menengah dan panjang, guna mengakomodasikan tidak hanya kemajuan dan perkembangan transisi yang terjadi, melainkan juga untuk mengantisipasi berbagai tantangan dan peluang yang muncul dalam transformasi ini.

“IESR menyerukan untuk diadakannya peninjauan dan pemutakhiran kembali RUEN, sebagai referensi perencanaan dan pembangunan energi nasional jangka menengah dan panjang, guna mengakomodasikan tidak hanya kemajuan dan perkembangan transisi energi global, melainkan juga untuk mengantisipasi berbagai tantangan dan peluang yang muncul dalam transformasi yang saat ini sedang terjadi,” tandas Fabby.(RA)