JA

Salah satu pembangkit listrik tenaga biomassa yang sudah beroperasi di Indonesia.

KARTA – Feed In Tariff (FIT) yang diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 21 Tahun 2016 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) dan Biogas oleh PT PLN (Persero), diyakini cukup menarik minat investor.

Indroyono Soesilo, Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), mengungkapkan persoalan yang timbul saat ini adalah PLN sebagai offtaker PLTBm dan biogas belum bisa menerima FIT yang ditetapkan permen tersebut.

“Indonesia adalah Saudi Arabianya energi biomassa. Permasalahannya, kita masih dalam paradigma lama. Padahal, untuk pengembangan EBT (energi baru terbarukan) perlu ada keberpihakan. Harus sepakat bersama bahwa biomassa adalah sumber energi masa depan,” kata Indroyono di Jakarta.

Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman ini menjelaskan, saat ini ada sekitar 124 juta hektar lahan hutan yang ada, sekitar 60 juta-65 juta hektar di antaranya dimanfaatkan untuk pertanian. Separuhnya lagi lahan marjinal yang tandus, bisa untuk pengembangan Hutan Tanaman Energi (HTE).

Pada dasarnya, kata dia, usaha kehutanan ada enam macam, namun yang digalakkan saat ini hanya Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hutan Alam. Padahal, unit usaha yang lain di bidang kehutanan juga harus dikembangkan, termasuk energi biomassa.

Energi biomassa dari hutan yang bisa dimanfaatkan antara lain limbah-limbah HTI sampai aneka tanaman energi yang tumbuh di hutan.

Menurut Indroyono, sudah seharusnya Indonesia mengembangkan energi biomassa, di mana pengusaha hutan siap diarahkan untuk mengembangkan energi biomassa tersebut. “Kita bisa pakai hasil dari kayu, hasil dari tanaman industri untuk biomassa sebagai pembangkit listrik,” katanya.

Dia berharap, untuk mendukung pemanfaatan energi biomassa sebagai sumber energi pembangkit listrik tersebut, Kementerian ESDM konsisten dalam menerapkan regulasi terkait investasi di sektor energi baru terbarukan.

Saat ini pemanfaatan energi biomassa untuk pembangkit listrik masih sangat kecil, yaitu hanya 129 megawatt (MW).

Sementara itu, menurut Indroyono, terbitnya Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik, akan berdampak pengembangan usaha bioenergi berbasis biomassa dan Hutan Tanaman Energi (HTE) akan sulit direalisasikan.

“Hal ini terkait harga jual listrik dari EBT (energi baru terbarukan) ke PLN dipatok maksimal 85 persen, dari biaya pokok produksi (BPP) listrik masing-masing wilayah,” tandas Indroyono.(RA)