AIRMADIDI – Pelaku usaha menyambut positif adanya aturan baru tentang penyediaan tenaga listrik sektor energi baru terbarukan (EBT) yang diyakini bisa langsung menggairahkan investasi. Arisudono Soerono, Country Head Vena Energy Indonesia, mengatakan salah satu poin utama perubahan adalah penghapusan ketentuan transfer aset pembangkit ke PT PLN (Persero) setelah kontrak jual beli selesai.

Penghapusan skema skema Built, Own, Operate, and Transfer (BOOT) menjadi BOO dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 4 Tahun 2020 membuat Internal Rate of Return atau pengembalian usaha akan jauh lebih baik.

“Kami tidak perlu lagi memasukan perhitungan komponen transfer, seperti tanah misalnya itu kan lumayan besar, return akan lebih baik dan bisa menciptakan harga yang jauh lebih kompetitif,” kata Ari ditemui di lokasi PLTS Likupang yang dikembangkan Vena Energy Airmadidi, Kamis (12/3).

Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 4 Tahun 2020 yang merupakan Perubahan Kedua atas Permen ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Sebelumnya Perubahan Pertama Permen 50/2017 diatur melalui Permen ESDM Nomor 53 Tahun 2018.

Pengaturan PLTA waduk atau irigasi yang dibangun Kementerian PUPR, penugasan PLTSa, serta penugasan proyek yang pendanaannya berasal dari hibah atau pemerintah selain APBN Kementerian ESDM. Revisi pasal 4 membuka opsi penunjukan langsung dengan syarat tertentu antara lain darurat penyediaan listrik setempat, excess power, penambahan kapasitas pembangkitan, dan hanya terdapat satu calon penyedia, dan PLTA yang telah memiliki izin lokasi dari pemerintah daerah.

Terhadap PPL (Pengembang Pembangkit Listrik) yang telah menandatangani PJBL berdasar ketentuan Permen 50/2017, pola kerja sama dalam PJBL dapat disesuaikan menjadi pola kerja sama BOO (Built, Own and Operate) dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jika mau investasi lebih menggeliat lagi maka pemerintah juga diminta untuk segera menerbitkan aturan lainnya terkait tarif harga jual listrik EBT serta beberapa ketentuan lainnya tentang penunjukan langsung ataupun lelang dalam pengadaan pembangkit listrik.

“Kami berharap Perpres segera diundangkan karena ada beberapa hal seperti ketentuan penunjukan langsung, harga produksi tertinggi. Kemudian ada juga Kami harap regulasi lelang itu” kata Ari.

Dia mengusulkan dalam melakukan lelang pemerintah bisa mencontoh negara lain yang langsung melelang pengadaan pembangkit EBT dalam skala besar. Ini cukup penting karena bisa juga membantu menekan biaya.

“Contohnya Malasia lelang 500 Megawatt (MW) sekaligus mereka dapat harga dibawah US$5,5 sen per kWh padahal iradiasi mataharinya jauh dibawah Indonesia jadi large scale semuanya skala ekonomi memang. Perpres tetap ditunggu mempercepat pengadaan itu sendiri,” kata Ari.(RI)