JAKARTA – Pemerintah sampai saat ini masih menunggu para peminat dari pengganti Shell di proyek Masela selesai melakukan evaluasi. Kini peminat tersebut mengerucut ke dua nama yakni Pertamina dan Petronas.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan masalah hak partisipasi bermula saat Shell sebagai mitra dari Inpex memutuskan menarik diri dari proyek tersebut dengan pertimbangan manajemen yang bakal fokus dalam bisnis Energi Baru Terbarukan (EBT).

“Sampai sejauh ini belum ada penggantinya. Kita udah keliling, roadshow, nawar-nawarin. Terakhir, statusnya adalah dari dalam negeri, Pertamina lakukan due dilligence. Kemudian juga ada minat dari Petronas partisipasi masuk,” kata Arifin dalam diskusi bersama media di Kementerian ESDM, Jumat (2/12).

Arifin menargetkan pengganti dari Shell ditetapkan pada tahun depan sehingga proyek Masela bisa kembali dilanjutkan ke pengerjaan fisik.

“Kalau tahun ini saya belum yakin. Tapi saya harapkan semester I tahun depan lah. Kita juga masih target 2027 nih di 2027 POD yang baru mau dipropose,” ujar Arifin.

Pemerintah sendiri kata Arifin berjanji lebih fleksibel terhadap aturan main pengelolaan Masela sebagai bagian dari insentif agar proyek tersebut segera dieksekusi. Nantinya fleksibelitas akan diberikan setelah melihat revisi rencana pengembangan atau Plan of Development (POD). Hal ini berkaitan dengan potensi pembengkakan biaya lantaran akan diterapkannya teknologi carbon capture untuk menekan emisi dari pengembangan blok Masela.

“Salah satu isi POD adalah konten untuk injeksi CO2, carbon capture. Kan sebelumnya nggak ada, tahun 2019. Karena belum ada cerita soal carbon emission di industri migas. Nah sekarang stakeholder Inpex minta itu (CCUS). Nanti konsekuensinya ke biaya. Nanti akan lihat keekonomiannya gimana,” jelas Arifin.

Investasi di blok Masela memang bukanlah investasi sedikit. Pada rencana pengembangan atau Plan of Development (POD) awal, nilai investasinya diestimasikan bisa mencapai US$19,8 miliar dengan kapasitas fasilitas LNG mencapai 9,5 Metrik Ton Per Annum (MTPA) atau setara 1.600 juta kaki kubik per hari (MMscfd) serta gas pipa mencapai 150 MMscfd. Selain itu blok Masela juga diproyeksi hasilkan kondensat 35 ribu barel per hari. Terbaru, investasinya diperkirakan akan membengkak US$1,3 miliar untuk membiayai CCUS.

Proyek Abadi Masela diperkirakan akan mundur dari target onstream awal pada tahun 2027. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mendorong agar keterlambatan proyek Masela tidak terlalu lama.

Benny Lubiantara, Deputi Perencanaan SKK Migas, mengungkapkan penyelesaian proyek Masela diproyeksi akan terlambat karena ada beberapa faktor pemicu. Salah satunya adalah isu emisi.

“Mundur dua tahun karena ada perubahan (rencana pengembangan) tadi. Termasuk Shell salah satunya,” kata Benny. (RI)