JAKARTA – Pendanaan dinilai menjadi salah satu poin krusial dalam Rancangan Undang – Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT). Keberadaan poin pendanaan bisa menjadi penarik investasi. Apalagi poin inilah yang menjadi kendala dalam mengembangkan EBT.

“Poin penting lainnya adalah sertifikat EBT. Pada aturan tersebut (RUU EBT), seluruh perusahaan harus mengembangkan EBT. Jika tidak, maka perusahaan tersebut harus membeli sertifikat dari yang mengembangkan. Ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan EBT,” kata Surya Dharma, Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) kepada Dunia Energi, Rabu (9/1).

Dia menambahkan, faktor penunjang lainnya adalah sumber daya manusia (SDM). Apalagi masih banyak orang yang pengetahuan EBT-nya terbatas.

RUU EBT diketahui sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019. Penyusunan aturan tersebut melibatkan seluruh stakeholder, termasuk asosiasi EBT dan perguruan tinggi.

Menurut Surya, dalam RUU EBT disebutkan mengenai ketentuan tentang RPS (Renewable nergy Portfolio Standard) atau disebut standar portofolio EBT. Perusahaan yang mengembangkan energi tidak terbarukan, wajib mengembangkan dengan jumlah kapasitas tertentu yang akan ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Perusahan yang tidak mengembangkan energi terbarukan, maka wajib membeli sertifikat dari perusahaan yang mengembangkan EBT. Sertifikat energi baru terbarukan diterbitkan menteri,” tandas Surya.(RA)