JAKARTA – Sesuai hasil kajian, Badan Layanan Umum Pusat Penelitan dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (BLU-P3TEK KEBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), seluruh regulasi yang dibutuhkan untuk melakukan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dari sisi bauran energi maupun perizinan keselamatan instalasi nuklir sudah memadai.

Sebagaimana yang diamanatkan UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 yang mengamanatkan penggunaan PLTN pada 2025. Begitupun, PP No. 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) Tahun 2015-2035.

Selain itu, berdasarkan PP Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), dinyatakan bahwa untuk mengurangi emisi karbon dan untuk memenuhi permintaan energi nasional yang mendesak maka energi nuklir dapat dimanfaatkan
sebagai pasokan energi dengan kondisi harus dioperasikan pada tingkat keselamatan tinggi dengan harga terjangkau –yang di targetkan di bawah BPP Nasional US$ 0.077 per kWh.

“Dari aspek keselamatan, banyak ahli nuklir di dunia setuju dan telah menyimpulkan bahwa secara teoritis teknologi ThorCon TMSR500 memiliki tingkat keselamatan yang tinggi dengan sistem keselamatan pasif dan struktur yang lebih sederhana, karena dapat beroperasi pada tekanan rendah, juga hemat biaya serta menghasilkan energi listrik yang bersih,” kata Dedi Suntoro, Ketua Tim Kajian dari BLU P3TEK Kementerian ESDM, dalam acara Diseminasi Hasil Kajian Pengembangan dan Implementasi PLTT di Indonesia, Selasa (17/9).

Dedi mengatakan kajian dilakukan selama 10 bulan ditinjau dari beberapa aspek antara lain aspek regulasi, keselamatan, keekonomian, beban dan jaringan listrik.

Seperti diketahui, ThorCon International adalah perusahaan nuklir bagian dari ThorCon Amerika Serikat yang telah menyatakan minatnya secara serius kepada pemerintah untuk mengembangkan dan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) tipe TMSR500 di Indonesia dengan biaya investasi sekitar US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp17 triliun.

Dedi mengatakan, teknologi Thorcon TMSR500 dapat dibangun dalam waktu dekat. Hal tersebut disampaikan melalui kajian para ahli nuklir, antara lain oleh Elsheikh, seorang ahli dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir Mesir (2013); Lumbanraja & Liun, peneliti senior BATAN (2018); dan Staffan Qvist,salah satu eksper IAEA dari Swedia (2019). Selain itu, dari hasil FGD antara Qvist, BATAN dan BAPETEN menyimpulkan bahwa ThorCon TMSR500 merespons dengan cepat terhadap kecelakaan dengan skenario yang lebih buruk daripada Fukushima –dengan kata lain, bahwa desain ThorCon TMSR500 menjamin kejadian Fukushima/Chernobyl tidak mungkin terjadi.

Dalam hal analisis finansial, proyek pembangkit listrik TMSR500 adalah proyek yang memenuhi kelayakan keekonomian. Dengan asumsi 2 x 500 MW pembangkit TMSR500 dimana beroperasi 24 jam selama 365 hari dalam satu tahun dengan faktor kapasitas 90% menunjukkan, bahwa proyek pembangkit listrik TMSR500 layak secara finansial dengan harga jual sebesar US$ 0.069 per kWh dibawah BPP nasional.

Selain itu, tetap dapat menghasilkan pengembalian yang sehat dan positif bagi investor, serta memiliki anggaran darurat yang besar. Dalam skema Independent Power Producer (IPP) pembangunan ppembangkit ini tidak memiliki risiko finansial dan teknologi bagi PT PLN (Persero) dan pemerintah.

Menurut Dedi, melalui studi peta jalan PLTT tipe TSMR500, disimpulkan bahwa apabila proses perijinan dilakukan secara efektif dan efisien oleh lembaga pemerintah yang berwenang, maka proyek pembangunan PLTT tipe TMSR500 ini dapat selesai dalam kurun waktu 7 tahun. Jika dengan asumsi peta jalan tersebut tahun 2020 sebagai tahun pertama, maka ada dua tahap demoplant PLTT TMSR500.

Tahap I dengan kapasitas 500 MW dapat beroperasi secara komersial (COD) pada tahun 2027, dan setelah 2 tahun kemudian memasuki tahap II dengan kapasitas 3 GW.

Untuk menekan risiko dan meningkatkan kepastian dari sistem keselamatan maka ThorCon International akan melakukan implementasi melalui 2 tahap, yakni tahap pengembangan dan tahap pembangunan. Dimana pada tahap pengembangan yang akan berlangsung selama 2 tahun ThorCon International akan membangun fasilitas “Test Bed Platform” dengan biaya US$ 70 juta untuk memvalidasi desain, menguji sistem termalhidrolik dan sistem keselamatan PLTT tipe TMSR500, serta dapat berfungsi sebagai fasilitas pembuktian teknologi keselamatan ThorCon bagi pemerintah dan juga masyarakat.

Setelah tahap pengembangan selesai maka tahap pembangunan baru akan dimulai dan dijadwalkan agar dapat dimulai pada tahun 2023 untuk dapat COD 2027.

Dalam kajian jaringan dan beban, tiga provinsi telah dipilih untuk menjadi lokasi potensial untuk pembangunan PLTT. Berdasarkan sumber-sumber acuan diatas, dapat disimpulkan bahwa PLTT tipe TMSR500 dapat dianggap sebagai salah satu solusi pembangkit listrik bebas karbon yang layak dipertimbangkan dibangun untuk memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia pada periode 2026 – 2027.

“Besarnya kebutuhan listrik untuk meningkatkan industri pengembangan ekonomi wilayah di ketiga provinsi yaitu Kalimantan Barat, Bangka Belitung dan Riau, dianggap layak untuk dikaji lebih lanjut secara komprehensif yang nantinya akan dijadikan lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Thorium yang pertama,” tandas Dedi.(RA)