JAKARTA – Inisiatif pemerintah untuk memberikan insentif kepada industri berupa harga gas khusus yang maksimal sebesar US$6 per MMBTU ternyata bukan akhir dari persoalan pemanfaatan gas yang tidak juga optimal. Untuk itu saat ini sedang dilakukan pembahasan evaluasi pemberlakuan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi pengguna gas bumi yang bergerak di bidang industri pupuk, industri petrokimia, industri oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca, dan industry sarung tangan karet.

Taufan Marhaendrajana, Staf pengajar Teknik Perminyakan Insitute Teknologi Bandung (ITB), mengungkapkan Peraturan Presiden Nomor 121 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi pasti bahwa pengguna gas di bidang industri dimaksud akan mendapat jaminan untuk mendapatkan harga gas paling tinggi sebesar US$ 6/MMBTU terlepas rancangan skema atau formula penentuan harga yang dievaluasi tiap tahun.

“Namun berdasarkan informasi yang kami terima sampai saat ini, Pemerintah belum memberikan HGBT tersebut kepada seluruh perusahaan yang terdaftar di dalam 7 industri tersebut, sehingga masih terlihat ketidakadilan dalam pelaksanaanya,” kata Taufan kepada Dunia Energi, Sabtu (29/4).

Menurut dia Harga gas dunia sangat fluktuatif tidak hanya dipengaruhi oleh ketersediaan dan permintaan gas (supply dan demand) sederhana, namun juga oleh geopolitik negara-negara di dunia. Penyediaan gas yang sampai saat ini masih mengandalkan sumberdaya berasal dari fossil membutuhkan investasi yang
tidak sedikit mulai dari proses eksplorasi, eksploitasi dan pembangunan fasilitas penunjangnya.

Berbeda dengan minyak bumi, maka gas bumi ini tidak dapat disimpan oleh karena sifatnya yang densitasnya ringan, volume nya banyak, dan volatile. Pengembangan lapangan gas bumi ini dapat di lakukan bila sudah tersedia komitmen dan kesepakatan dari satu atau lebih pengguna gas dalam rentang tahun masa konsesi lapangan gas bumi yang memenuhi nilai keekonomian lapangan tersebut. “Jadi ada saling ketergantungan dari pihak penyedia dan pengguna yang dapat dikatakan sama tingkatnnya,” ujar Taufan.

Bagi penyedia gas membutuhkan kepastian jangka Panjang untuk tercapainya keekonomian dari pengembangan lapangan gas bumi maupun bagi pengguna gas bumi dalam negeri (terutama) untuk mendapatkan pasokan gas agar produk akhir dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat dan oleh industri-industri penggunanya sehingga pada akhirnya pengaruh nilai tambah keberadaan sumber daya alam terhadap perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.

Pengaturang HGBT (Harga Gas Bumi Tertentu) melalui Perpres yang sudah dilakukan adalah sesuatu yang baik dan perlu didukung baik oleh penyedia gas bumi maupun oleh pengguna gas bumi. Namun Pemerintah sebaiknya adil dalam melaksanakannya. HGBT tersebut tentunya perlu melalui kajian yang cukup mendalam.

“Selain menetapkan HGBT pada satu harga tertentu sebagai patokan, dapat dibuka pilihan rentang HGBT menjadi paling tinggi US$ 6 dan paling rendah dari US$ 4 atau sesuai keekonomian pabrik, harga komoditi, harga gas internasional dan untuk daya saing industri nasional di mancanegara,” jelas Taufan.

Menurut dia hal tersebut juga mempertimbangkan potensi ekspor oleh penyedia gas bumi dan potensi impor oleh pengguna gas bumi. “Hal perlu dipertimbangkan juga berapa bagian maksimal dari penyedia gas yang dialokasikan untuk HGBT tersebut, apakah dibatasi volume paling rendah dengan DMO (Domestic Market Obligation) bila kebutuhan pengguna gas domestik sangat tinggi atau dengan skema yang lain,” kata Taufan.